Rabu, 22 April 2015

PROPOSAL ABORTUS INKOMPLIT



BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang 
Masalah kesehatan merupakan masalah penting yang tengah dihadapi oleh masyarakat saat ini, apalagi yang tengah menimpa kaum wanita. Kesehatan reproduksi wanita adalah hal yang sangat perlu diperhatikan menimbang bahwa wanita adalah makhluk Tuhan yang unik. Dalam hal ini, dalam siklus hidupnya mengalami tahap – tahap kehidupan, diantaranya dapat hamil dan melahirkan. Untuk itu upaya meningkatkan status kesehatan ibu dan anak di Indonesia merupakan salah satu program prioritas dan merupakan indikator keberhasilan pembangunan kesehatan yaitu pencapaian target pelayanan maternal yang dinilai melalui angka kematian ibu. Angka kematian ibu didefinisikan sebagai banyaknya kematian perempuan saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan akibat kehamilan atau pengelolaannya angka ini dihitung per 100 ribu kelahiran hidup (Norlina, 2011).
Tidak ada data yang pasti tentang besarnya dampak aborsi terhadap kesehatan ibu, WHO memperkirakan 10-50% kematian ibu disebabkan oleh aborsi tergantung kondisi masing-masing negara. Diperkirakan di seluruh dunia setiap tahun dilakukan 20 juta aborsi tidak aman, 70.000 wanita meninggal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8 kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman. Di wilayah Asia tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahunnya, diantaranya 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia. Resiko kematian akibat aborsi tidak aman di wilayah Asia diperkirakan antara 1 dari 250, negara maju hanya 1 dari 3700. Angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar (sofyan, 2012).
Setiap tahun sekitar 160 juta perempuan diseluruh dunia hamil. Sebagian besar kehamilan ini berlangsung dengan aman. Namun, sekitar 15% menderita komplikasi berat, dengan sepertiganya merupakan komplikasi yang mengancam jiwa ibu. Komplikasi ini mengakibatkan kematian lebih dari setengah juta ibu setiap tahun. Dari jumlah ini diperkirakan 90% terjadi di Asia dan Afrika subhsahara, 10% di negara berkembang lainnya, dan kurang dari 1% di negara-negara maju. Di beberapa negara resiko kematian ibu lebih tinggi dari 1 dalam 10 kehamilan, sedangkan di negara maju resiko ini kurang dari 1 dalam 6.000. Secara global 80% kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung. Pola penyebab langsung di mana-mana sama, yaitu perdarahan (25%, biasanya perdarahan pasca persalinan), sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet (8%), komplikasi aborsi tidak aman (13%), dan sebab-sebab lain (8%) (Sarwono, 2010).
Kejadian abortus sulit diketahui, karena sebagian besar tidak dilaporkan dan banyak dilakukan atas permintaan,. Keguguran spontan diperkirakan sebesar 10-15%. Biasanya kejadian keguguran dilaporkan dalam angka keguguran (abortion rate). Dilaporkan besar angka keguguran berkisar antara 8,3-15 %. Angka ini diperkirakan lebih kecil dari angka sebenarnya  berdasarkan alasan – alasan diatas. Angka keguguran ini bersifat umum dan tidak memeperhitungkan semua keguguran yang spesifikasilah jumlah keguguran dalam setiap 1000 kehamilan dihitumg dalam semenjak kehamilan pertama pada setiap wanita yang pernah hamil. Diperkirakan frekuensi keguguran spontan berkisar antara 10-15%. Namun demikian frekuensi seluruh keguguran yang pasti sukar ditentukan, kearena abortus buatan banyak yang tidak dilaporkan, kecuali kalau sudah terjadi komplikasi. Juga karena sebagian keguguran spontan hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga wanita tidak datang ke dokter atau rumah sakit. Di Indonesia diperkirakan 2-2,5% juga mengalami keguguran setiap tahun, sehingga secara nyata dapat menunrunkan  angka kelahiran menjadi 1,7 pertahunnya. Kejadian abortus diduga mempunyai efek terhadap kehamilan berikutnya, baik pada timbulnya penyulit kehamilan maupun pada hasil kehamilan itu sendiri. Wanita dengan riwayat abortus mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya persalinan prematur, abortus berulang dan berat badan lahir rendah (Wira, 2010).
Insiden aborsi tidak aman secara global adalah sekitar 20 juta per tahun, atau 1 di antara 10 kehamilan atau 1 tidak aborsi tidak aman dengan 7 kelahiran hidup. Lebih dari 90 % aborsi tidak aman terjadi di negara-negara sedang berkembang. Komplikasi yang terjadi berupa sepsis, perdarahan, trauma genital dan abdominal, perforasi uterus dan keracunan bahan abortifasien. Kematian dapat terjadi karena ganggren gas dan gagal ginjal akut. Komplikasi jangka panjang aborsi tidak aman adalah nyeri panggul menahun, penyakit radang panggul, oklusi tuba, dan infertilitas sekunder. Dapat pula terjadi kehamilan ektopik, persalinan permatur, atau abortus spontan pada kehamilan berikutnya (Sarwono, 2010).
Sementara itu, dari kejadian yang diketahui 15-20% abortus spontan atau kehamilan ektopik. Sekitar 5% dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami 2 keguguran yang beruntun, dan sekitar 1% dari pasangan mengalami 3 atau lebih dari keguguraan yang beruntun. Untuk kejadian abortus dikenal berbagai macam abortus sesuai dengan gejala, tanda dan proses patologi yang terjadi. Adapun macam-macam abortus antara lain abortus iminens, abortus insipiens, abortus kompletus, abortus inkompletus, missed abortion, abortus habitualis dan abortus infeksiosus atau abortus septik (Sarwono, 2010).
Penyebab tidak langsung kematian ibu merupakan akibat dari penaykit yang sudah ada atau penyakit yang timbul sewaktu kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan misalnya malaria, anemia, Human Immunodefisiensin Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS), dan penyakit kardioveskuler (Kurnawati, 2012).
Menurut data dari Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 jumlah ibu hamil sebesar 63.660 jiwa, dengan lahir hidup sebesar 63.538 jiwa dan lahir mati 122 jiwa. Kematian ibu hamil tersebut disebabakan olah perdarahan sebanyak 46 kasus, hipertensi dalam kehamilan sebanyak 26 kasus, infeksi sebanyak 7 kasus dan masalah lain sebanyak 43 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, 2013).
Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Palu tahun 2011 yang dilaporkan olah puskesmas-puskesmas ditemukan bahwa kasus perdarahan terbesar sebanyak 126 kasus, eklamsia45 kasus, kematian dengan abortus sebanyak 4 kasus (Dinas Kesehatan Kota Palu, 2011).
Menurut data RSU Anutapura Palu tahun 2013 angka kejadian abortus paling banyak yaitu sebanyak 229 kasus disusul kasus pre-eklamsi sebanyak 120 kasus, eklamsi 15 kasus dan CPD sebanyak 10 kasus (Rekam Medik RSU Anutapura Palu).
Asuhan kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan dengan urutan logis dan menguntungkan, menguraikan perilaku yang diharapkan dari pemberi asuhan yang berdasarkan teori ilmiah, penemuan, keterampilan dalam rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien. Proses pendekatan pemecahan masalah yang sistematis dimulai dari pengkajian, analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evalusai. Dalam praktisnya, bidan harus berpikir kritis, etis, tidak prigmatis, untuk menjamin keamanan dan kepuasan klien sebagai hasil asuhan (Saminem, 2010).
Asuhan kebidanan yang diberikan secara baik dan benar mampu mengurangi komplikasi yang berat pada ibu hamil dengan abortus inkomplit. Komplikasi yang bisa terjadi jika tidak dilakukan penanganan yang tepat adalah terjadinya perdarahan, perforasi, infeksi, dan syok.
Berdasarkan pengalaman peneliti selama dinas dikamar bersalin, peneliti melihat penanganan ibu hamil dengan abortus inkomplit adalah penanganan dengan pemberian cairan infus dan dilakukan transfusi darah sesegera mungkin. Diperlukan pemantuan yang ketat terhadap ibu hamil dengan abortus inkomplit, agar tidak terjadi infeksi dan syok.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil dengan Abortus Inkomplit di RSU Anutapura Palu”.
B.     Rumusan Masalah
     Pada penelitian ini penulis merumuskan masalah: Bagimanakah penetalaksanaan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan abortus inkomplit di RSU Anutapura Palu ?
C.     Tujuan Penelitian
1.         Tujuan Umum
            Untuk mengetahui peñatalaksanaan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan abortus inkomplit di RSU Anutapura Palu.
2.         Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui pengkajian atau identifikasi data subjek pada ibu hamil dengan abortus inkomplit di RSU Anutapura Palu.
b.      Untuk mengetahui pengkajian atau identifikasi data obyektif pada ibu hamil dengan abortus inkomplit di RSU Anutapura Palu.
c.       Untuk mengetahui Assessment (Analisa dan Interpretsi Data) yang meliputi diagnosis dan masalah potensial, kebutuhan tindakan segera pada ibu hamil dengan abortus inkomplit di RSU Anutapura Palu
d.      Untuk mengetahui Planning (perencanaan, implementasi dan evaluasi), asuhan mandiri, kolaborasi, tes diagnostik/laboratorium, konseling, follow UP pada ibu hamil dengan abortus inkomplit di RSU Anutapura Palu.
e.       Untuk mengetahui pendokumentasian pada ibu hamil dengan abortus inkomplit di RSU Anutapura Palu.
D.     Manfaat Penulisan
1.         Bagi penulis
Merupakan suatu pengalaman berharga, menambah wawasan dan dapat menerapkan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan abaortus inkomplit.
2.         Bagi Intitusi Pendidikan
Dengan penelitian yang dilakukan diharapkan bermanfaat bagi pihak pendidikan sebagai bahan bacaan diperpustakaan dan dapat dijadikan dasar pemikiran didalam penelitian lanjutan.
3.         Bagi RSU Anutapura Palu
Dapat dijadikan bahan informasi dan masukan serta memberi manfaat bagi instansi terkait khususnya RSU Anutapura Palu sebagai tempat pengambilan kasus untuk meningkatkan asuhan kebidanan.


4.         Bagi Keluarga Pasien
Pasien dan keluarga dapat memahami keadaan yang terjadi pada diri pasien, sehingga dapat berfikir positif atas tindakan yang dilakukan tenaga kesehatan untuk keselamatan pasien itu sendiri.



















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.      Konsep Dasar Tentang abortus
1.         Pengertian
            Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilaan kuraang daari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram  (Sarwono, 2010).
            Keguguran atau abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar, tanpa mempersoalkan sebabnya. Menurut WHO, aborsi berarti keluarnya janin dengan berat badan janin <500 gram atau usia kehamilan <22 minggu. Mengingat kondisi penanganan bayi baru lahir berbeda-beda di berbagai negara, usia kehamilan seperti pada definisi abortus dapat berbeda-beda pula. Di negara maju, oleh karena teknologi ilmu kedokteran yang canggih, keguguran saat ini diartikan sebagai keluarnya hasil konsepsi ketika usia kehamilan <22 minggu atau berat badan janin <400 gram (Martaadisoebrata dkk, 2012).
2.         Klasifikasi
            Abortus menurut waktu dapat dikelompokan sebagai:
a.    Abortus dini adalah bila terjadi pada trimester pertama (kurang dari 12 minggu).
b.    Abortus lanjut adalah bila terjadi antara 12-24 minggu (trimester kedua).
Abortus menurut kejadiannya dapat dikelompokan sebagai:
a.    Abortus spontan (spontaneous abortion, miscarriage, pregnancy loss) adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis maupun mekanis.
b.    Abortus buatan (abortus provocatus, aborsi disengaja, digugurkan) adalah abortus yang dapat dikelompokkan lebih lanjut menjadi:
1)        Abortus buatan menurut kaidah ilmu (abortus provocatus artificialis atau abortus therapeuticus) adalah abotus sesuai indikasi untuk kepentingan ibu, misalnya penyakit jantung hipertensi maligna, atau karsinoma serviks. Keputusan pelaksanaan aborsi ditentukan oleh tim ahli yang terdiri atas dokter ahli kebidanan, penyakit dalam dan psikiatri atau psikolog.
2)        Abortus buatan criminal (abortus provocatuscriminalis) adalah pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah, dilarang oleh hukum atau dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang. Kecuriagaan terhadap abortus provokatus kriminalis harus dipertimbangkan bila terdapat tindakan abortus febrilis. Aspek hukum tindakan abortus buatan harus diperhatikan. Beberapa bahaya abortus buatan kriminalis yaitu, terjadinya infeksi, infertilitas sekunder, dan kematian. (Martaadisoebrataa dkk, 2013).



3.         Etiologi
Penyebab aborus merupakan gabungan dari beberapa faktor. Umumnya abortus didahului oleh kematian janin. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan terjadinya abortus antara lain:
a.         Faktor janin. Kelainan yang sering dijumpai adalah gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin plasenta. Kelainan tersebut biasanya menyebabkan abortus pada trimester pertama, berupa:
1)        Kelainan telur. Telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, kelainan kromosom (monosomi, trisomi atau poliploida), merupaka sekitar 50% penyebab abortus;
2)        Trauma embrio. Pasca-sampling vili korionik, amniosentesis;
3)        Kelainan pembentukan plasenta: hipoplesia trofoblas.
b.         Faktor maternal, berupa:
1)   Infeksi. Beresiko bagi janin yang sedang berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal trimester kedua. Penyebab kematian janin tidak diketahui secara pasti akibat infeksi janin atau oleh toksin yang dapat menyebabkan abortus antara lain:
·         Virus: rubella, sitomegalovirus, herpes simpleks, varicella zoster,  vaccinia, campak, hepatitis, polio, ensefalomielitis;
·         Bakteri: salmonella typhi;
·         Parasit: toxoplasma gondii, plasmodium;
2)   Penyakit vaskuler: heipertensi, penyakit jantung;
3)   Kelainan endokrin. Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesteron tidak mencukupi, terjadi disfungsi tiroid atau defisiensi insulin;
4)   Imunologi. Ketidakcocokan (inkompatibilitas) system HLA (human leucoyte antigen), SLE (systemic lupus erythematosus, lupus eritematosus sistemik);
5)   Trauma. Jarang terjadi, umumnya segera setelah trauma, misalnya trauma akibaat pembedahan:
·         Pengangkatan ovarium yang mengandung korpus luteum graviditatum sebelum minggu ke-8;
·         Pembedahan intarabdominal dan pembedahan uterus pada saat hamil;
6)   Kelainan uterus: hipoplasia uterus, mioma (trauma mioma submukosa), servik inkompeten atau retroflexio utei gravid incarcereta;
7)   Psikosomatik. Untuk pengaruh faktor ini masih dipertanyakan.
c.         Faktor eksternal, berupa:
1)   Radiasi. Dosis 1-10 rad dapat merusak janin berusia 9 minggu; dosis lebih tinggi dapat menyebabkan keguguran;
2)   Obat-obatan. Antagonis asam folat, antigokulaan, dll. Sebaiknay tidak menggunakan obat-obatan ketika usia kehamilan <16 minggu kecuali obat terbukti tidak membahayakan janin atau indikasi penyakit ibu yang parah;
3)   Zat kimiawi lain: bahan yang mengandung arsen, benzena, dll.
4)   Sosioekonomi, pendidikan, konsumsi kafein, dan bekerja ketika sedang hamil. Tidak terbukti merupaka resiko abortus (martaadisoebrata dkk, 2013).
4.         Patogenesis
            Umumnya abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin, diikuti oleh perdarahan ke dalam desidua basilis. Selanjutnya, terjadi perubahan nekrotik di daerah impalntasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan berakhir dengan sebagian, diinterpretasi sebagai benda asing dalam rongga rahim, sehingga uterus mulai berkontraksi untuk mendorong benda asing keluar rongga rahim (ekspulsi). Perlu ditekankan bahwa pada abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi paling lama 2 minggu sebelum perdarahan, sehingga pengobatan untuk mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika perdarahan sudah sedemikian banyak karna abortus tidak akan dapat di hindari.
            Sebelum minggu ke-10, seluruh hasil konsepsi bisanya dapat keluar dengan legkap karena vili korialis belum menanamkan diri dengan erat kedalam desidua. Pada kehamilan 10-12 minggu, korion tumbuh cepat dan hubungan antara vili korialis dengan desidua makin erat, sehingga abortus yang mulai di saat ini sering menyisakan korion (plasenta).
            Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan atas empat cara:
1.    Kantong korion keluar pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan sisa desidua.
2.    Kantong amnion dan isinya (janin) didorong ke luar, meninggalkan korion dan desidua.
3.    Pecah amnion disertai putusnya tali pusat dan pendorongan janin keluar, tetapi sisa amnion dan korion tetap tertinggal  (hanya janin yang dikeluarkan).
4.    Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh.
5.         Gambaran Klinis
            Secara klinis abortus di bedakan sebagai berikut:
a.    Abortus Iminens
        Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostiumuteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 22 minggu. Penderita mengeluh mules sedikit atau tidak akan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup besarnya uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes kehamilan urin masih positif. Untuk menentukan prognosis abortus iminens dapat dilakukan dengan melihat kadar hormon hCG pada urin dengan cara melakukan tes urin kehamilan menggunakan urin tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10 hasilnya negative maka prognosisnya adalah baik, bila pengenceran 1/10 hasilnya negatif maka prognosisnya dubia ad malam. Pengelolaan penderita ini sangat bergantung pada informed consent yang diberikan. Bila ibu ini masih menghendaki kehamilan tersebut, maka pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini. Emeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT.
b.    Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandaai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
Penderita akan merasa mules karena kontraksi yang sering dan kuat, pendarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dengan tes urin kehamilan mesih positf. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada tidaknya pelepsan plasenta dari dinding uterus.



c.    Abortus Kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 mimggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, ostium uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga pendarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis sudah memadai. Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih positif 7 sampai 10 hari setelah abortus.
d.   Abortus Inkompletus
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yg tertinggal.
Batasan ini juga masih terpanjang pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal didalam uterus dimana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya  pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan. Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri tampak massa hiperekoik yang betuknya tidak beraturan.
Bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera melakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa berhenti. Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase. Tindakan kuretase harus dilakukan secara berhati-hati sesuai dengan keadaan umum ibu dan besarnya uterus. Tindakan yang dianjurkan ialah dengan karet vakum menggunakan kanula dari pelastik. Pasca tindakan perlu diberikan uterotonika parenteral ataupun per oral dan antibiotika.
e.    Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.
Penderita missed abortion biasaanya tidak merasakan keluhan apa pun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilanya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan diatas 14 sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang. Kadang kala missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negatif  setelah satu minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan  disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan penjendalan darah oleh karena hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.
f.     Abortus Habitualis.
Abotus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.
Penderita abrtus habitualis pada umunya tidak sulit untuk manjadi hamil kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan keguguran/abortus secara berturut-tururt. Bishop melaporkan kejadian abortus  habitualis sekitar 0,41 % dari seluruh kehamilan.
Penyebab abortus habitualis selain faktor anatomis banyak yang mengaitkannya dengan reaksi imunologi yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reative (TLX). Bila reaksi terhadap antigen ini rendah atau tidak ada, maka akan terjadi abortus. Kelainan ini dapat diobati dengan transfusi leukosit atau hiparinisasi. Akan tetapi, decade terakhir menyebutkan perlunya mencaari penyebab abortus ini secara lengkap sehingga dapat diobati sesuai dengan penyebabnya.
Salah saatu penyebab yang sering dijumpai ialah inkompetensial servik yaitu keadaan dimana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, dimana ostium serviks akan membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa mules atau kontraksi/rahim dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh trauma serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha pembukaan serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga diameter kanalis servitalis sudah melebar.
Diagnosis inkompetensial serviks tidak sulit dengan anamnesis yang cermat. Dengan pemeriksaan dalam atau inspekulo kita bisa menilai diameter kanalis servikalis dan di dapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat mulai memasuki trimester kedua. Diameter ini melebihi 8 mm. Untuk itu, pengelolaan penderita inkompetensial serviks dianjurkan untuk periksa hamil seawal mungkin dan bila dicurigai adanya inkompetensial serviks harus dilakukan tindakan untuk memberikan fiksasi pada serviks agar dapat menerima beban dengan berkembangnya umur kehamilan.


g.    Abortus Infeksiosus, Abortus Septik
Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia. Abortus septik ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau peritoneum (septicemia aatau peritonitis).
Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi abortus yang paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang meperhatikan asepsis dan antisepsis .
Abortus infeksiosus dan abortus septik perlu segera mendapatkan pengelolaan yang adekuat karena dapat terjadi infeksi yang lebih luas selain disekitar alat genitalia juga kerongga peritoneum, bahkan dapat keseluruh tubuh (sepsis, septikemia) dan dapat jatuh dalam keadaan syok septik.
Diagnosis ditegakan dengan anamnesis yang cermat tentang upaya tindakan abortus yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan didapat gejala dengan tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan. Pada laboratorium didapatkan tanda infeksi dengan leukositosis. Bila sampai terjadi sepsis dan syok, penderita akan tampak lelah, panas tinggi, menggigil, dan tekan darah turun (Sarwono, 2010).


6.         Kompliksi Pada Abortus
Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi,infeksi dan syok.    
a.       Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfuse darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila petolongan tidak diberikan pada waktunya.
b.       Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperrentrofleksi.
c.       Infeksi
Infeksi dalam uterus dan adneksa dapat terjadi dalam setiap abortus tetapi biasanya didapatkan pada abortus inkomplit yang berkaitan erat dengan suatu abortus yang tidak aman.
d.      Syok 
Syok pada abortus biasa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat.
e.       Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan pembekuan darah (Kurniawati, 2012).
7.         Penatalaksanaan Abortus
a.       Abortus iminens
1)         Bila hasil konsepsi masih utuh terdapat tanda-tanda kehidupan janin:
a)        Ibu diminta tirah baring dan tidak melakukan aktivitas seksual sampai genjalan perdarahan hilang atau selama 3 x  24 jam;
b)        Pemberian preoarat progesteron masih diperdebatkan karena dapat menyebabkan relaksasi otot polos, termasuk otot uterus. Beberapa penelitian menunjukan efek buruk progesteron, yakni meningkataakan reessiko abortus inkomplit, sehingga hanya diberikan bilaa bila terdapat gangguaan fase luteal; dosisnya 5-10 mg;
2)        Bila hasil USG meragukan, USG diulang kembali 1-2 minggu kemudian;
3)        Bila hasil USG tidak baik, segera lakukan evakuasi.
b.      Abortus insipiens
1)   Evakuasi hasil konsepsi;
2)   Pemberian uteritonika pascaevaakuasi;
3)   Pemberian antibiotic selama 3 hari.
c.       Abortus Kompletus
Bila hasil konsepsi lahir lengkap, abortus disebut komplit (complete abortion/miscarriage), dan kuretasi tidak perlu dilakukan. Paada abortus, jaringan yang terlahir harus selalu diperiksa kelengkapannya untuk membedakan dengan kelainan trofoblas (molahidatidosa). Pada abortus komplet, perdahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan berhenti total selambat-lambatnyaa setlah 10 hari, karena dalaam masaa ini lukaa rrehim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga segera menutup kembali. Bila perdarahan masih berlansung melebihi 10 hari setelah abortus, harus dipekirakan kemungkinan abortus inkomplit atau endometritis pascabortus.
d.      Abortus Inkompletus
1)        Perbaikan kedaan umum; syok harus diatsi bila muncul; bial HB <8 gr%, tranfusi darah segera mungkin;
2)        Evakusai hasil konsepsi, baik dengan metode digital attau kuretasi;
3)        Pembeerian antibiotic selama 3 hari.
e.       Missed abortion
1)        Perbaikan keadaan umum;
2)        Tranfusi darah segar;
3)        Transfuse fibrreeinogen;
4)        Pemberian misoprostol peroral atai pervaginam, dosis 200 mikrogram/6 jam. Bila dalam 2 x 24 jam hasil konsepsi tidak keluar, kuretasi segera dikerjakan;
5)        Avakuasi dengan kuretasi; bila usia kehaamilaan >12 minggu, kuretasi didahului dengaan pemasangan dilator (laminaria stift) ataau pemberian misoprotol 200 ug/6 jam.


f.       Abortus habitualis
Pengelolan abortus habitualis bergantung kepada etiologi. Pada kelainan anatomi, misalnya inkompetensi servik, dapat dilakukan operasi shidrodkar atau McDonald.
g.      Abortus Infeksiosus, Abortus Septik
Abortus Infeksiosus, Abortus Septik harus dirujuk ke rumah sakit.
1)        Penanggulangan infeksi:
·         Obat pilihan pertama: penisilin prokain 800.000 IU intramuskular tiap 12 jam ditambahkan kloramfenikol 1 g peroral selanjutnya 500 mg peroral tiap 6 jam.
·         Obat pilihan kedua: ampisilin 1 g peroral selanjutnya 500 gramg tiap 4 jam ditambah metronidazol 500 mg tiap 6 jam.
·         Obat pilihan lainnya; ampisilin dan kloramfenikol, penisilin dan metronidazol, ampisilin dan gentamisin, penisilin dan gentamisin.
2)        Tingkatkan asupan cairan
3)        Bila perdarahan banyak, lakukan tranfusi darah.
4)        Dalam 24 jam sampai 48 jam setelah perlindungan antibiotic atau lebih cepat lagi bila terjadi perdarahan, sisa konsepsi harus dikeluarkan dari uterus.
Pada pasien yang menolak dirujuk, beri pengobatan sama dengan yang diberikan pada pasien yang hendak dirujuk, selama 10 hari. Di rumah sakit:
1)   Rawat pasien di ruangan khusus untuk kasus infeksi.
2)   Berikan antibiotik intravena, penisilin 10-20 juta IU dan sterptomisin 2 g.
3)   Infuse cairan NaCl fisiologis atau ringer laktat disesuaikan kebutuhan cairan.
4)   Pantau ketat keadaan umum, tekanan darah, denyut nadi, dan suhu badan.
5)   Oksigen bila diperlukan, kecepatan 6-8 liter per menit.
6)   Pasang kateter folley untuk memantau produksi urin.
7)   Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, hematokrit, golongan darah serta reaksi silang, analisis gas darah, kultur darah, dan tes resistensi.
8)   Apabila kondisi pasien sudah membaik dan stabil, segera lakukan pengangkatansumber infeksi.
9)   Abortus septik septik dapat mengalami komplikasi menjadi syok yang tanda-tandanya ialah panas tinggi atau hipotermi, bradikardi,kesadaran menurun, tekanan darah menurun, dan sesak napas (Martaadisobrataa dkk, 2013).
B.       Konsep Dasar Manajemen Kebidanan
            Menajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan-temuan, keterampilan, dalam rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien (Suryani, 2006).
            Sesuai dengan perkembangan pelayanan kebidanan, maka bidan diharaapkan lebih kirtis dalam melaksanakan proses manajemen kebidanan untuk mengambilan keputusan. Menurut Hellen Varney, proses manajemen terdiri dari 7 langkah yang berurutan. Proses dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi.
            Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu kerangka lengkap yang dapat di aplikasikan dalam situasi semua situasi. Akan tetapi setiap langkah tersebut bisa dipecah-pecahkan ke dalam tugas-tugas tertentu dan semuanya berrvariasi sesuai dengan kondisi klien. Ketujuh langkah tersebut adalaah sebagaai berikut (Suryani, 2006).
Adapun tujuh langkah manajemen kebidanan menurut Hellen Varney, yaitu:
1.         Pengumpulan Data Dasar
            Mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap, yaitu: riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya, meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya.
            Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Bidan mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Bila klien mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter, dalam manajemen kolaborasi, bidan akan melakukan konsultasi.
2.         Interpretasi Data dasar
            Dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami oleh wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian.
3.         Mengidentifikasi Diagnosa Potensial
            Mengidentifikasi diagnosa atau masalah poteensial berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi. Langkah ini bersifat antisipasi yang rasional atau logis.
4.         Tindakan Segera
            Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuia dengan kondisi klien. Hal ini mencerminkan kesinambungakn dari proses manajemen kebidanan.
5.         Perencanaan Asuhan Yang Menyeluruh
            Direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap dignosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi.
            Asuhan terhadap klien mancakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien, agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien merupakan bagian dari pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu, tugas bidan adalah merumuskan secara benar asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana bersama klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.
6.                   Melaksanakan Perencanan
            Rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke lima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh klien atau anggota tim kesehatan. Dalam situasi ini bidan berkolaborasi dengan dokter, untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam manejemen asuhan bagi klien adalah bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut.
7.         Evaluasi
            Dilakukan evaluasi kefektifan asuhan yang sudah diberikan,  meliputi pemenuhan kebutuhan terhadap masalah yang telah diidentifikasi didalam masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut telah efektif sedang sebgian belum. Maka bidan perlu mengulang kembali setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk mengidentifikasi mangapa rencana asuhan tidak berjalan efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana tersebut (Suryani, 2006).
C.      Konsep Dasar Asuhan Kebidanan
1.         Pengertian
            Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi, kegiatan dan tanggung jawab bidan dalam pelayanan yang diberikan kepada klien yang memiliki kebutuhan dan/atau masalah kebidanan (kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, keluarga berencana, kesehatan reproduksi wanita, dan pelayanan kesehatan masyarakat) (Suriyani, 2006).
2.         Prinsip Dasar Asuhan Kebidanan
a.         Menjaga hubungan baik antara ibu dan bidan
b.         Ibu adalah fokus dalam memberikan asuhan
c.         Memberikan pilihan pada ibu untuk melahirkan
d.        Bertanggung jawab dalam memeberikan asuhan
e.         Menggunakan seluruh keterampilan
f.          Memberikan asuhan yang ramah (Heryani, 2011).
3.         Filosofih Asuhan Kebidanan
a.         Keyakinan tentang perempuan
b.         Keyakinan tentang kehamilan dan persainan
c.         Keyakinan mengenai fungsi profesi dan pengaruhnya
d.        Keyakinan tentang pemberdayaan dan membuat keputusan
e.         Keyakinan tentang asuhan
f.          Keyakinan tentang kolaborasi
g.         Keyakinan tentang fungsi profesi dan manfaatnya (yulianti, 2011).
4.         Bentuk Asuhan Kebidanan
            Asuhan kebidanan mencakup asuhan kebidanan pada ibu hamil, asuhan kebidanan pada ibu bersalin, asuhan kebidanan bayi baru lahir, dan asuhan kebidanan pada ibu nifas.
a.       Asuhan ibu hamil dilakukan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan diagnosis dan rencana tindakan, serta melaksanakannya untuk menjamin keamanan dan kepuasan serta kesejahteraan ibu dan janin selama periode kehamilan.
b.      Asuhan persalinan oleh bidan dimulai dengan mengumpulkan data, menginterpretasikan data untuk menetukan diagnosis persalinan dan mengidentifikasi masalah/kebutuhan, membuat rencana, dan melaksanakan tindakan dengan memantau kemajuan persalinan serta menolong persalinan untuk menjamin keamanan dan kepuasan ibu selama periode persalinan.
c.       Asuhan bayi baru lahir oleh bidan dimulai dari menilai kondisi bayi, memfasilitasi terjadinya pernapasan spontan, mencegah hipotermia, memfasilitasi kontak dini dan mencegah hipoksia sekunder, menentukan kelainan, serta melakukan tindakan pertolongan dan merujuk sesuai kebutuhan.
d.      Asuhan ibu nifas oleh bidan dilakukan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan diagnosis dan rencana tindakan, serta melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan dan mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas (Suriyani, 2006).
D.      Konsep Pendokumentasian Kebidanan
1.         Pengertian
            Dokumentasi adalah sekumpulan catatan, penyimpanan dan desiminasi dari catatan informasi dalam sistem terintegrasi untuk penggunaan yang efisien dan mudah diterima. Dokumentasi merupakan persiapan dan catatan komunikasi mendorong untuk membuktikan suatu informasi atau kejadian. Pendokumentasian sendiri mempunyai arti sebagai pekerjaan mencatat atau merekam peristiwa dan objek maupun aktivitas pemberian jasa (pelayanan) yang dianggap berharga atau penting (Mufdilah, 2009).
2.         Tujuan Dokumentasi (Mufdilah, 2009)
a.       Sebagai sarana komunikasi
b.      Sebagai sarana tanggung jawab dan tanggung gugat
c.       Sebagai sarana informasi statistik
d.      Sebagai saraana pendidikan
e.       Sebagai sumber data penelitian
f.       Sebagai jaminan kualitas pelayanan kesehatan
g.      Sebagai sumber data perencanaan asuhan kebidanan berkelanjutan.
3.         Fungsi Pendokumentasian (Mufdilah, 2009)
            Dalam pendokumentasian atau catatan asuhan kebidanan dapat diterangkan dalam bentuk SOAP :
S   : Data Subjektif
Berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis.
O  : Data Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil observasi yang jujur, hasil pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan diagnosis lain. Data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis.
A  : Analisa/Asessment
Merupakan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Analisa data adalah melakukan interpretasi data yang telah dikumpulkan, mencakup: diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis/masalah potensial serta perlunya antisipasi diagnosis/masalah potensial dan tindakan segera.
P  : Planing/perencanaan
Planning/perencanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraannya.
E.       Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Dengan Abortus Inkomplit
1.         Data Subjektif
a.    Ibu mengatakan keluar darah yang banyak dan bergumpal dari kemaluannya.
b.    Ibu mengatakan nyeri hebat pada perut bagian bawah.
2.         Data Objektif
a.    Keadaan umum sedang.
b.    Ttv normal
c.    Pada pemeriksaan dalam (VT) teraba sisa jaringan padaa kavum uteri
3.         Assessment
Abortus inkomplit
4.         Planning
a.    Jelaskan pada ibu dan keluarga bahwa kehamilannya tidak bisa dipertahankan.
b.    Beri support mental pada ibu
c.    Observasi Tanda-tanda Vital dan perrdarahan
d.   Lakukan kolaborasi dengan dokter
5.         Evaluasi
a.    Ibu mengerti dengan anjuran yang diberikan


BAB III
KERANGKA KONSEP
A.      Kerangka Konsep
Kerangkap konsep adalah kerangka berfikir hubungan antara variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian atau hubungan antara konsep dengan konsep lainnya dari masalah yang diteliti sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada studi kepustakaan (Abd. Nasir.2011)
Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab bidan dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah di bidang kesehatan ibu pada masa kehamilan, persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana (Muslihatun, 2009).

B.      
Data Subjektif
 
Alur penelitian
Data Objektif
 
                                       


 
Planning
 
Assesment
 
                                                                                      



evaluasi
 
 





C.      Definisi Operasiaonal
Definisi operasional adalah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau mengubah konsep-konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan dapat diuji dan ditentukan kebenaraannya oleh orang lain (Abd.Nasir, 2011).
1.           Definisi operasional adalah  suatu kegiatan yang langsung dengan memilih objek tertentu yaitu Remaja dengan Dismenorhoe dengan pengkajian menggunakan SOAP. 
1). Alat ukur :  Menggunakan Format pengkajian
2). Cara ukur :
a. Anamnesa/wawancara
b.                         Observasi langsung ke klien
2.           Data Subjektifadalah dikumpulkannya semua data-data atau informasi yang berkaitandengan kondisi pasien, untuk memperoleh data dilakukan dengan cara : Anamnese.
3.            Data Objektif adalah data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan pasien.
4.            Assesment adalah penegakan masalah/diagnosa dari hasil pemeriksaan data subjektif dan data objektif.
5.           Planning adalah perencanaan serta pelaksanaan yang sesuai dengan rencana asuhan, dimana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani pasien yang mengalami komplikasi.
6.           Evaluasi adalah pengecekan efektif apakah rencana asuhan tersebut yang meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan sebagaimana data yang telah diidentifikasikan dalam diagnosa dan masalah serta evaluasi merupakan hasil akhir dari asuhan.
7.           Pendokumentasian atau catatan adalah suatu proses berpikir bidan secara sistematis dalam menghadapi pasien sesuai langkah-langkah asuhan kebidanan.
















BAB IV
METODE PENELITIAN
A.      Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah pendekatan studi kasus dengan mengeksporasikan secara mendalam dan spesifik tentang kejadian tertentu yaitu dengan mengangkat satu kasus untuk diteliti sebagai gambaran Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil Dengan Abortus Inkomplit di RSU Anutapura Palu.
Asuhan ini berisi tahapan kerja berdasarkan :
1.         Studi Kasus
Pada tahap ini peneliti menelusuri kasus pada ibu hamil dengan abortus inkomplit  pada saat penelitian kemudian menggunakan pendekatan pemecahan masalah dalam Asuhan Kebidanan yang meliputi data subjektif, data objektif, assesment, planning dan evaluasi, dan pendokumentasian.
2.         Studi Kepustakan
Yaitu dengan menelusuri buku-buku sumber kepustakan yang berkaitan dengan Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil Dengan Abortus Inkomplit.
3.         Diskusi
Diskusi dilakukan dengan tim kesehatan yang bertugas di RSU Anutapura Palu baik itu dokter, bidan, perawat yang melayani langsung klien serta pembimbing proposal dari pihak akademik. Diskusi ini dilakukan untuk menelaah apakah ada kesenjagan antara praktek dengan teori.
B.       Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian akan dilakukan di wilayah kerja RSU Anutapura Palu. Alasannya karena masih banyaknya ditemukan kasus ibu hamil dengan abortus inkomplit. Penelitian akan dilakukan pada bulan April-Mei tahun 2014.
C.      Subjektif  Penelitian
Penelitian ini adalah  Ibu Hamil Dengan Abortus Inkomplit Di Wilayah Kerja RSU Anutapura Palu dengan menggunakan pendekatan Asuhan Kebidanan.
D.      Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan Data adalah menggunakan data primer dengan pendekatan Asuhan Kebidanan dengan lagkah-langkah : Data subjektif, data objektif, assesment, planning dan evaluasi serta pendokumentasian. Dalam pengkajian digunakan format pengkajian Asuhan Kebidanan.
E.       Pengolahan Data
Setelah dikumpulkan melalui alat pengumpulan data selanjutnya diolah dan dianalisa secara deskriftif kualitatif, yaitu menilai objek penelitian berdasarkan analisis kualitatif tanpa menggunakan angka-angka secara kuantitatif.
F.       Penyajian Data
Setelah dianalisis selanjutnya disajikan dalam bentuk Narasi atau penjelasan berdasarkan hasil analisa kualitatif  tentang aspek-aspek yang terkait dengan kasus Abortus Inkomplit Pada Ibu Hamil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar