BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah kesehatan merupakan masalah
penting yang tengah dihadapi oleh masyarakat saat ini, apalagi yang tengah
menimpa kaum wanita. Kesehatan reproduksi wanita adalah hal yang sangat perlu
diperhatikan menimbang bahwa wanita adalah makhluk Tuhan yang unik. Dalam hal ini, dalam siklus hidupnya mengalami tahap – tahap kehidupan, diantaranya dapat
hamil dan melahirkan. Untuk itu upaya meningkatkan status kesehatan ibu dan anak di Indonesia
merupakan salah satu program prioritas dan merupakan indikator keberhasilan
pembangunan kesehatan yaitu pencapaian target pelayanan maternal yang dinilai
melalui angka kematian ibu. Angka kematian ibu didefinisikan sebagai banyaknya
kematian perempuan saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan
tanpa memandang lama dan tempat persalinan akibat kehamilan atau pengelolaannya
angka ini dihitung per 100 ribu kelahiran hidup (Norlina, 2011).
Tidak ada
data yang pasti tentang besarnya dampak aborsi terhadap kesehatan ibu, WHO
memperkirakan 10-50% kematian ibu disebabkan oleh aborsi tergantung kondisi
masing-masing negara. Diperkirakan di seluruh dunia setiap tahun dilakukan 20
juta aborsi tidak aman, 70.000 wanita meninggal akibat aborsi tidak aman dan 1
dari 8 kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman. Di wilayah Asia
tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahunnya,
diantaranya 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia. Resiko kematian
akibat aborsi tidak aman di wilayah Asia diperkirakan antara 1 dari 250, negara
maju hanya 1 dari 3700. Angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah aborsi
di Indonesia masih cukup besar (sofyan, 2012).
Setiap tahun
sekitar 160 juta perempuan diseluruh dunia hamil. Sebagian besar kehamilan ini
berlangsung dengan aman. Namun, sekitar 15% menderita komplikasi berat, dengan
sepertiganya merupakan komplikasi yang mengancam jiwa ibu. Komplikasi ini
mengakibatkan kematian lebih dari setengah juta ibu setiap tahun. Dari jumlah
ini diperkirakan 90% terjadi di Asia dan Afrika subhsahara, 10% di negara berkembang
lainnya, dan kurang dari 1% di negara-negara maju. Di beberapa negara resiko
kematian ibu lebih tinggi dari 1 dalam 10 kehamilan, sedangkan di negara maju
resiko ini kurang dari 1 dalam 6.000. Secara global 80% kematian ibu tergolong
pada kematian ibu langsung. Pola penyebab langsung di mana-mana sama, yaitu perdarahan
(25%, biasanya perdarahan pasca persalinan), sepsis (15%), hipertensi dalam
kehamilan (12%), partus macet (8%), komplikasi aborsi tidak aman (13%), dan
sebab-sebab lain (8%) (Sarwono, 2010).
Kejadian
abortus sulit diketahui, karena sebagian besar tidak dilaporkan dan banyak
dilakukan atas permintaan,. Keguguran spontan diperkirakan sebesar 10-15%.
Biasanya kejadian keguguran dilaporkan dalam angka keguguran (abortion rate).
Dilaporkan besar angka keguguran berkisar antara 8,3-15 %. Angka ini
diperkirakan lebih kecil dari angka sebenarnya berdasarkan alasan – alasan diatas. Angka
keguguran ini bersifat umum dan tidak memeperhitungkan semua keguguran yang
spesifikasilah jumlah keguguran dalam setiap 1000 kehamilan dihitumg dalam
semenjak kehamilan pertama pada setiap wanita yang pernah hamil. Diperkirakan
frekuensi keguguran spontan berkisar antara 10-15%. Namun demikian frekuensi
seluruh keguguran yang pasti sukar ditentukan, kearena abortus buatan banyak
yang tidak dilaporkan, kecuali kalau sudah terjadi komplikasi. Juga karena
sebagian keguguran spontan hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga
wanita tidak datang ke dokter atau rumah sakit. Di Indonesia diperkirakan 2-2,5%
juga mengalami keguguran setiap tahun, sehingga secara nyata dapat
menunrunkan angka kelahiran menjadi 1,7
pertahunnya. Kejadian abortus diduga mempunyai efek terhadap kehamilan
berikutnya, baik pada timbulnya penyulit kehamilan maupun pada hasil kehamilan
itu sendiri. Wanita dengan riwayat abortus mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk
terjadinya persalinan prematur, abortus berulang dan berat badan lahir rendah
(Wira, 2010).
Insiden
aborsi tidak aman secara global adalah sekitar 20 juta per tahun, atau 1 di
antara 10 kehamilan atau 1 tidak aborsi tidak aman dengan 7 kelahiran hidup.
Lebih dari 90 % aborsi tidak aman terjadi di negara-negara sedang berkembang.
Komplikasi yang terjadi berupa sepsis, perdarahan, trauma genital dan abdominal,
perforasi uterus dan keracunan bahan abortifasien. Kematian dapat terjadi
karena ganggren gas dan gagal ginjal akut. Komplikasi jangka panjang aborsi
tidak aman adalah nyeri panggul menahun, penyakit radang panggul, oklusi tuba,
dan infertilitas sekunder. Dapat pula terjadi kehamilan ektopik, persalinan
permatur, atau abortus spontan pada kehamilan berikutnya (Sarwono, 2010).
Sementara
itu, dari kejadian yang diketahui 15-20% abortus spontan atau kehamilan
ektopik. Sekitar 5% dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami 2 keguguran
yang beruntun, dan sekitar 1% dari pasangan mengalami 3 atau lebih dari
keguguraan yang beruntun. Untuk kejadian abortus dikenal berbagai macam abortus
sesuai dengan gejala, tanda dan proses patologi yang terjadi. Adapun macam-macam
abortus antara lain abortus iminens, abortus insipiens, abortus kompletus,
abortus inkompletus, missed abortion, abortus habitualis dan abortus
infeksiosus atau abortus septik (Sarwono, 2010).
Penyebab
tidak langsung kematian ibu merupakan akibat dari penaykit yang sudah ada atau
penyakit yang timbul sewaktu kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan misalnya
malaria, anemia, Human Immunodefisiensin Virus/Acquired Immune Deficiency
Syndrome (HIV/AIDS), dan penyakit kardioveskuler (Kurnawati, 2012).
Menurut data
dari Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 jumlah ibu hamil
sebesar 63.660 jiwa, dengan lahir hidup sebesar 63.538 jiwa dan lahir mati 122
jiwa. Kematian ibu hamil tersebut disebabakan olah perdarahan sebanyak 46
kasus, hipertensi dalam kehamilan sebanyak 26 kasus, infeksi sebanyak 7 kasus
dan masalah lain sebanyak 43 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah,
2013).
Menurut data
dari Dinas Kesehatan Kota Palu tahun 2011 yang dilaporkan olah
puskesmas-puskesmas ditemukan bahwa kasus perdarahan terbesar sebanyak 126
kasus, eklamsia45 kasus, kematian dengan abortus sebanyak 4 kasus (Dinas
Kesehatan Kota Palu, 2011).
Menurut data
RSU Anutapura Palu tahun 2013 angka kejadian abortus paling banyak yaitu
sebanyak 229 kasus disusul kasus pre-eklamsi sebanyak 120 kasus, eklamsi 15 kasus
dan CPD sebanyak 10 kasus (Rekam Medik RSU Anutapura Palu).
Asuhan
kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk
mengorganisasikan pikiran dan tindakan dengan urutan logis dan menguntungkan,
menguraikan perilaku yang diharapkan dari pemberi asuhan yang berdasarkan teori
ilmiah, penemuan, keterampilan dalam rangkaian/tahapan yang logis untuk
pengambilan keputusan yang berfokus pada klien. Proses pendekatan pemecahan
masalah yang sistematis dimulai dari pengkajian, analisa data, diagnosa
kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evalusai. Dalam praktisnya, bidan harus
berpikir kritis, etis, tidak prigmatis, untuk menjamin keamanan dan kepuasan
klien sebagai hasil asuhan (Saminem, 2010).
Asuhan
kebidanan yang diberikan secara baik dan benar mampu mengurangi komplikasi yang
berat pada ibu hamil dengan abortus inkomplit. Komplikasi yang bisa terjadi
jika tidak dilakukan penanganan yang tepat adalah terjadinya perdarahan, perforasi, infeksi, dan
syok.
Berdasarkan
pengalaman peneliti selama dinas dikamar bersalin, peneliti melihat penanganan
ibu hamil dengan abortus inkomplit adalah penanganan dengan pemberian cairan
infus dan dilakukan transfusi darah sesegera mungkin. Diperlukan pemantuan yang
ketat terhadap ibu hamil dengan abortus inkomplit, agar tidak terjadi infeksi
dan syok.
Berdasarkan
uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Asuhan Kebidanan
Pada Ibu Hamil dengan Abortus Inkomplit di RSU Anutapura Palu”.
B.
Rumusan Masalah
Pada penelitian ini penulis merumuskan masalah: Bagimanakah penetalaksanaan
asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan abortus inkomplit di RSU Anutapura Palu
?
C.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui peñatalaksanaan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan
abortus inkomplit di RSU Anutapura Palu.
2.
Tujuan Khusus
a.
Untuk mengetahui pengkajian atau
identifikasi data subjek pada ibu hamil dengan abortus inkomplit di RSU
Anutapura Palu.
b.
Untuk mengetahui pengkajian
atau identifikasi data obyektif pada ibu hamil dengan abortus inkomplit di RSU
Anutapura Palu.
c.
Untuk mengetahui Assessment
(Analisa dan Interpretsi Data) yang meliputi diagnosis dan masalah potensial,
kebutuhan tindakan segera pada ibu hamil dengan abortus inkomplit di RSU Anutapura
Palu
d.
Untuk mengetahui Planning
(perencanaan, implementasi dan evaluasi), asuhan mandiri, kolaborasi, tes
diagnostik/laboratorium, konseling, follow UP pada ibu hamil dengan abortus inkomplit
di RSU Anutapura Palu.
e.
Untuk mengetahui
pendokumentasian pada ibu hamil dengan abortus inkomplit di RSU Anutapura Palu.
D.
Manfaat Penulisan
1.
Bagi penulis
Merupakan suatu pengalaman
berharga, menambah wawasan dan dapat menerapkan asuhan kebidanan pada ibu hamil
dengan abaortus inkomplit.
2.
Bagi Intitusi Pendidikan
Dengan penelitian yang
dilakukan diharapkan bermanfaat bagi pihak pendidikan sebagai bahan bacaan
diperpustakaan dan dapat dijadikan dasar pemikiran didalam penelitian lanjutan.
3.
Bagi RSU Anutapura Palu
Dapat dijadikan bahan
informasi dan masukan serta memberi manfaat bagi instansi terkait khususnya RSU
Anutapura Palu sebagai tempat pengambilan kasus untuk meningkatkan asuhan
kebidanan.
4.
Bagi Keluarga Pasien
Pasien dan keluarga dapat
memahami keadaan yang terjadi pada diri pasien, sehingga dapat berfikir positif
atas tindakan yang dilakukan tenaga kesehatan untuk keselamatan pasien itu
sendiri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep
Dasar Tentang abortus
1.
Pengertian
Abortus
adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilaan kuraang daari 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram (Sarwono,
2010).
Keguguran
atau abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia
luar, tanpa mempersoalkan sebabnya. Menurut WHO, aborsi berarti keluarnya janin
dengan berat badan janin <500 gram atau usia kehamilan <22 minggu.
Mengingat kondisi penanganan bayi baru lahir berbeda-beda di berbagai negara,
usia kehamilan seperti pada definisi abortus dapat berbeda-beda pula. Di negara
maju, oleh karena teknologi ilmu kedokteran yang canggih, keguguran saat ini
diartikan sebagai keluarnya hasil konsepsi ketika usia kehamilan <22 minggu
atau berat badan janin <400 gram (Martaadisoebrata dkk, 2012).
2.
Klasifikasi
Abortus
menurut waktu dapat dikelompokan sebagai:
a. Abortus
dini adalah bila terjadi pada trimester pertama (kurang dari 12 minggu).
b. Abortus
lanjut adalah bila terjadi antara 12-24 minggu (trimester kedua).
Abortus
menurut kejadiannya dapat dikelompokan sebagai:
a. Abortus
spontan (spontaneous abortion,
miscarriage, pregnancy loss) adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa
intervensi medis maupun mekanis.
b. Abortus
buatan (abortus provocatus, aborsi
disengaja, digugurkan) adalah abortus yang dapat dikelompokkan lebih lanjut
menjadi:
1)
Abortus buatan menurut
kaidah ilmu (abortus provocatus
artificialis atau abortus
therapeuticus) adalah abotus sesuai indikasi untuk kepentingan ibu,
misalnya penyakit jantung hipertensi maligna, atau karsinoma serviks. Keputusan
pelaksanaan aborsi ditentukan oleh tim ahli yang terdiri atas dokter ahli
kebidanan, penyakit dalam dan psikiatri atau psikolog.
2)
Abortus buatan criminal
(abortus provocatuscriminalis) adalah
pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah, dilarang oleh hukum atau
dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang. Kecuriagaan terhadap abortus
provokatus kriminalis harus dipertimbangkan bila terdapat tindakan abortus
febrilis. Aspek hukum tindakan abortus buatan harus diperhatikan. Beberapa
bahaya abortus buatan kriminalis yaitu, terjadinya infeksi, infertilitas
sekunder, dan kematian. (Martaadisoebrataa dkk, 2013).
3.
Etiologi
Penyebab
aborus merupakan gabungan dari beberapa faktor. Umumnya abortus didahului oleh
kematian janin. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan terjadinya abortus antara
lain:
a.
Faktor janin. Kelainan
yang sering dijumpai adalah gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin plasenta.
Kelainan tersebut biasanya menyebabkan abortus pada trimester pertama, berupa:
1)
Kelainan telur. Telur
kosong (blighted ovum), kerusakan
embrio, kelainan kromosom (monosomi, trisomi atau poliploida), merupaka sekitar
50% penyebab abortus;
2)
Trauma embrio. Pasca-sampling vili korionik, amniosentesis;
3)
Kelainan pembentukan
plasenta: hipoplesia trofoblas.
b.
Faktor maternal,
berupa:
1) Infeksi.
Beresiko bagi janin yang sedang berkembang, terutama pada akhir trimester
pertama atau awal trimester kedua. Penyebab kematian janin tidak diketahui
secara pasti akibat infeksi janin atau oleh toksin yang dapat menyebabkan
abortus antara lain:
·
Virus: rubella,
sitomegalovirus, herpes simpleks, varicella
zoster, vaccinia, campak, hepatitis, polio,
ensefalomielitis;
·
Bakteri: salmonella typhi;
·
Parasit: toxoplasma gondii, plasmodium;
2) Penyakit
vaskuler: heipertensi, penyakit jantung;
3) Kelainan
endokrin. Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesteron tidak
mencukupi, terjadi disfungsi tiroid atau defisiensi insulin;
4) Imunologi.
Ketidakcocokan (inkompatibilitas) system HLA (human leucoyte antigen), SLE (systemic
lupus erythematosus, lupus eritematosus sistemik);
5) Trauma.
Jarang terjadi, umumnya
segera setelah trauma, misalnya trauma akibaat pembedahan:
·
Pengangkatan ovarium
yang mengandung korpus luteum graviditatum sebelum minggu ke-8;
·
Pembedahan
intarabdominal dan pembedahan uterus pada saat hamil;
6) Kelainan
uterus: hipoplasia uterus, mioma (trauma mioma submukosa), servik inkompeten
atau retroflexio utei gravid incarcereta;
7) Psikosomatik.
Untuk pengaruh faktor ini masih dipertanyakan.
c.
Faktor eksternal,
berupa:
1) Radiasi.
Dosis 1-10 rad dapat merusak janin berusia 9 minggu; dosis lebih tinggi dapat
menyebabkan keguguran;
2) Obat-obatan.
Antagonis asam folat, antigokulaan, dll. Sebaiknay tidak menggunakan
obat-obatan ketika usia kehamilan <16 minggu kecuali obat terbukti tidak
membahayakan janin atau indikasi penyakit ibu yang parah;
3) Zat
kimiawi lain: bahan yang mengandung arsen, benzena, dll.
4) Sosioekonomi,
pendidikan, konsumsi kafein, dan bekerja ketika sedang hamil. Tidak terbukti
merupaka resiko abortus (martaadisoebrata dkk, 2013).
4.
Patogenesis
Umumnya
abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin, diikuti oleh perdarahan
ke dalam desidua basilis. Selanjutnya, terjadi perubahan nekrotik di daerah
impalntasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan berakhir dengan sebagian,
diinterpretasi sebagai benda asing dalam rongga rahim, sehingga uterus mulai
berkontraksi untuk mendorong benda asing keluar rongga rahim (ekspulsi). Perlu
ditekankan bahwa pada abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi paling
lama 2 minggu sebelum perdarahan, sehingga pengobatan untuk mempertahankan janin
tidak layak dilakukan jika perdarahan sudah sedemikian banyak karna abortus
tidak akan dapat di hindari.
Sebelum minggu ke-10, seluruh hasil
konsepsi bisanya dapat keluar dengan legkap karena vili korialis belum
menanamkan diri dengan erat kedalam desidua. Pada kehamilan 10-12 minggu,
korion tumbuh cepat dan hubungan antara vili korialis dengan desidua makin
erat, sehingga abortus yang mulai di saat ini sering menyisakan korion
(plasenta).
Pengeluaran hasil konsepsi
didasarkan atas empat cara:
1. Kantong
korion keluar pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan sisa desidua.
2. Kantong
amnion dan isinya (janin) didorong ke luar, meninggalkan korion dan desidua.
3. Pecah
amnion disertai putusnya tali pusat dan pendorongan janin keluar, tetapi sisa
amnion dan korion tetap tertinggal
(hanya janin yang dikeluarkan).
4. Seluruh
janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh.
5.
Gambaran
Klinis
Secara klinis abortus di bedakan
sebagai berikut:
a. Abortus
Iminens
Abortus tingkat permulaan dan merupakan
ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostiumuteri masih
tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
Diagnosis
abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam pada umur
kehamilan kurang dari 22 minggu. Penderita mengeluh mules sedikit atau tidak
akan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup
besarnya uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes kehamilan urin masih
positif. Untuk menentukan prognosis abortus iminens dapat dilakukan dengan
melihat kadar hormon hCG pada urin dengan cara melakukan tes urin kehamilan
menggunakan urin tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10 hasilnya negative maka
prognosisnya adalah baik, bila pengenceran 1/10 hasilnya negatif maka
prognosisnya dubia ad malam. Pengelolaan penderita ini sangat bergantung pada informed consent yang diberikan. Bila
ibu ini masih menghendaki kehamilan tersebut, maka pengelolaan harus maksimal
untuk mempertahankan kehamilan ini. Emeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui
pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi
pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong gestasi apakah
sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT.
b. Abortus
Insipiens
Abortus
yang sedang mengancam yang ditandaai dengan serviks telah mendatar dan ostium
uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan
dalam proses pengeluaran.
Penderita
akan merasa mules karena kontraksi yang sering dan kuat, pendarahannya
bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan. Besar
uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dengan tes urin kehamilan mesih
positf. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai
dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas walau
mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks uterus
atau pembukaannya. Perhatikan pula ada tidaknya pelepsan plasenta dari dinding
uterus.
c. Abortus
Kompletus
Seluruh
hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20
mimggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Semua
hasil konsepsi telah dikeluarkan, ostium uteri telah menutup, uterus sudah
mengecil sehingga pendarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan umur
kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis
sudah memadai. Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih positif 7 sampai 10
hari setelah abortus.
d. Abortus
Inkompletus
Sebagian
hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yg tertinggal.
Batasan
ini juga masih terpanjang pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram. Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal
didalam uterus dimana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka
dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri
eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada
jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus.
Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa
jaringan konsepsi dikeluarkan. Pengelolaan pasien harus diawali dengan
perhatian terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi
untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase. Pemeriksaan USG hanya dilakukan
bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis. Besar uterus sudah lebih kecil
dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri
tampak massa hiperekoik yang betuknya tidak beraturan.
Bila
terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera melakukan pengeluaran sisa
hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya kontraksi
uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan
perdarahan bisa berhenti. Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase. Tindakan
kuretase harus dilakukan secara berhati-hati sesuai dengan keadaan umum ibu dan
besarnya uterus. Tindakan yang dianjurkan ialah dengan karet vakum menggunakan
kanula dari pelastik. Pasca tindakan perlu diberikan uterotonika parenteral
ataupun per oral dan antibiotika.
e. Missed
Abortion
Abortus
yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum
kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam
kandungan.
Penderita
missed abortion biasaanya tidak
merasakan keluhan apa pun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilanya tidak
seperti yang diharapkan. Bila kehamilan diatas 14 sampai 20 minggu penderita
justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan
sekunder pada payudara mulai menghilang. Kadang kala missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang kemudian
merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada pemeriksaan tes urin
kehamilan biasanya negatif setelah satu
minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan
didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya
tidak beraturan disertai gambaran fetus
yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila missed
abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan kemungkinan
terjadinya gangguan penjendalan darah oleh karena hipofibrinogenemia sehingga
perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.
f. Abortus
Habitualis.
Abotus
habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.
Penderita
abrtus habitualis pada umunya tidak sulit untuk manjadi hamil kembali, tetapi
kehamilannya berakhir dengan keguguran/abortus secara berturut-tururt. Bishop
melaporkan kejadian abortus habitualis
sekitar 0,41 % dari seluruh kehamilan.
Penyebab
abortus habitualis selain faktor anatomis banyak yang mengaitkannya dengan
reaksi imunologi yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reative (TLX). Bila reaksi terhadap
antigen ini rendah atau tidak ada, maka akan terjadi abortus. Kelainan ini
dapat diobati dengan transfusi leukosit atau hiparinisasi. Akan tetapi, decade
terakhir menyebutkan perlunya mencaari penyebab abortus ini secara lengkap
sehingga dapat diobati sesuai dengan penyebabnya.
Salah
saatu penyebab yang sering dijumpai ialah inkompetensial servik yaitu keadaan
dimana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan menutup
setelah kehamilan melewati trimester pertama, dimana ostium serviks akan
membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa mules atau kontraksi/rahim dan
akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh trauma
serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha pembukaan
serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga diameter kanalis
servitalis sudah melebar.
Diagnosis
inkompetensial serviks tidak sulit dengan anamnesis yang cermat. Dengan
pemeriksaan dalam atau inspekulo kita bisa menilai diameter kanalis servikalis
dan di dapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat mulai memasuki
trimester kedua. Diameter ini melebihi 8 mm. Untuk itu, pengelolaan penderita
inkompetensial serviks dianjurkan untuk periksa hamil seawal mungkin dan bila
dicurigai adanya inkompetensial serviks harus dilakukan tindakan untuk
memberikan fiksasi pada serviks agar dapat menerima beban dengan berkembangnya
umur kehamilan.
g. Abortus
Infeksiosus, Abortus Septik
Abortus
infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia. Abortus
septik ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran darah
tubuh atau peritoneum (septicemia aatau peritonitis).
Kejadian
ini merupakan salah satu komplikasi abortus yang paling sering terjadi apalagi
bila dilakukan kurang meperhatikan asepsis dan antisepsis .
Abortus
infeksiosus dan abortus septik perlu segera mendapatkan pengelolaan yang
adekuat karena dapat terjadi infeksi yang lebih luas selain disekitar alat
genitalia juga kerongga peritoneum, bahkan dapat keseluruh tubuh (sepsis,
septikemia) dan dapat jatuh dalam keadaan syok septik.
Diagnosis
ditegakan dengan anamnesis yang cermat tentang upaya tindakan abortus yang
tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan didapat gejala dengan tanda
panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan pervaginam yang
berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan. Pada laboratorium
didapatkan tanda infeksi dengan leukositosis. Bila sampai terjadi sepsis dan
syok, penderita akan tampak lelah, panas tinggi, menggigil, dan tekan darah
turun (Sarwono, 2010).
6.
Kompliksi
Pada Abortus
Komplikasi
yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi,infeksi dan syok.
a.
Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus
dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfuse darah.
Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila petolongan tidak
diberikan pada waktunya.
b.
Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama
pada uterus dalam posisi hiperrentrofleksi.
c.
Infeksi
Infeksi dalam uterus dan adneksa dapat terjadi dalam
setiap abortus tetapi biasanya didapatkan pada abortus inkomplit yang berkaitan
erat dengan suatu abortus yang tidak aman.
d.
Syok
Syok pada abortus biasa terjadi karena perdarahan
(syok hemoragik) dan karena infeksi berat.
e. Pada
missed abortion dengan retensi lama
hasil konsepsi dapat terjadi kelainan pembekuan darah (Kurniawati, 2012).
7.
Penatalaksanaan
Abortus
a. Abortus
iminens
1)
Bila hasil konsepsi
masih utuh terdapat tanda-tanda kehidupan janin:
a)
Ibu diminta tirah
baring dan tidak melakukan aktivitas seksual sampai genjalan perdarahan hilang
atau selama 3 x 24 jam;
b)
Pemberian preoarat
progesteron masih diperdebatkan karena dapat menyebabkan relaksasi otot polos,
termasuk otot uterus. Beberapa penelitian menunjukan efek buruk progesteron, yakni
meningkataakan reessiko abortus inkomplit, sehingga hanya diberikan bilaa bila
terdapat gangguaan fase luteal; dosisnya 5-10 mg;
2)
Bila hasil USG
meragukan, USG diulang kembali 1-2 minggu kemudian;
3)
Bila hasil USG tidak
baik, segera lakukan evakuasi.
b. Abortus
insipiens
1) Evakuasi
hasil konsepsi;
2) Pemberian
uteritonika pascaevaakuasi;
3) Pemberian
antibiotic selama 3 hari.
c. Abortus
Kompletus
Bila hasil konsepsi
lahir lengkap, abortus disebut komplit (complete
abortion/miscarriage), dan kuretasi tidak perlu dilakukan. Paada abortus,
jaringan yang terlahir harus selalu diperiksa kelengkapannya untuk membedakan
dengan kelainan trofoblas (molahidatidosa). Pada abortus komplet, perdahan
segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan berhenti total
selambat-lambatnyaa setlah 10 hari, karena dalaam masaa ini lukaa rrehim telah
sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga segera menutup kembali. Bila
perdarahan masih berlansung melebihi 10 hari setelah abortus, harus dipekirakan
kemungkinan abortus inkomplit atau endometritis pascabortus.
d. Abortus
Inkompletus
1)
Perbaikan kedaan umum;
syok harus diatsi bila muncul; bial HB <8 gr%, tranfusi darah segera
mungkin;
2)
Evakusai hasil
konsepsi, baik dengan metode digital attau kuretasi;
3)
Pembeerian antibiotic
selama 3 hari.
e. Missed
abortion
1)
Perbaikan keadaan umum;
2)
Tranfusi darah segar;
3)
Transfuse
fibrreeinogen;
4)
Pemberian misoprostol
peroral atai pervaginam, dosis 200 mikrogram/6 jam. Bila dalam 2 x 24 jam hasil
konsepsi tidak keluar, kuretasi segera dikerjakan;
5)
Avakuasi dengan kuretasi;
bila usia kehaamilaan >12 minggu, kuretasi didahului dengaan pemasangan
dilator (laminaria stift) ataau
pemberian misoprotol 200 ug/6 jam.
f. Abortus
habitualis
Pengelolan abortus
habitualis bergantung kepada etiologi. Pada kelainan anatomi, misalnya inkompetensi
servik, dapat dilakukan operasi shidrodkar atau McDonald.
g. Abortus
Infeksiosus, Abortus Septik
Abortus Infeksiosus,
Abortus Septik harus dirujuk ke rumah sakit.
1)
Penanggulangan infeksi:
·
Obat pilihan pertama:
penisilin prokain 800.000 IU intramuskular tiap 12 jam ditambahkan
kloramfenikol 1 g peroral selanjutnya 500 mg peroral tiap 6 jam.
·
Obat pilihan kedua:
ampisilin 1 g peroral selanjutnya 500 gramg tiap 4 jam ditambah metronidazol
500 mg tiap 6 jam.
·
Obat pilihan lainnya;
ampisilin dan kloramfenikol, penisilin dan metronidazol, ampisilin dan
gentamisin, penisilin dan gentamisin.
2)
Tingkatkan asupan
cairan
3)
Bila perdarahan banyak,
lakukan tranfusi darah.
4)
Dalam 24 jam sampai 48
jam setelah perlindungan antibiotic atau lebih cepat lagi bila terjadi perdarahan,
sisa konsepsi harus dikeluarkan dari uterus.
Pada
pasien yang menolak dirujuk, beri pengobatan sama dengan yang diberikan pada
pasien yang hendak dirujuk, selama 10 hari. Di rumah sakit:
1) Rawat
pasien di ruangan khusus untuk kasus infeksi.
2) Berikan
antibiotik intravena, penisilin 10-20 juta IU dan sterptomisin 2 g.
3) Infuse
cairan NaCl fisiologis atau ringer laktat disesuaikan kebutuhan cairan.
4) Pantau
ketat keadaan umum, tekanan darah, denyut nadi, dan suhu badan.
5) Oksigen
bila diperlukan, kecepatan 6-8 liter per menit.
6) Pasang
kateter folley untuk memantau produksi urin.
7) Pemeriksaan
laboratorium darah lengkap, hematokrit, golongan darah serta reaksi silang,
analisis gas darah, kultur darah, dan tes resistensi.
8) Apabila
kondisi pasien sudah membaik dan stabil, segera lakukan pengangkatansumber
infeksi.
9) Abortus
septik septik dapat mengalami komplikasi menjadi syok yang tanda-tandanya ialah
panas tinggi atau hipotermi, bradikardi,kesadaran menurun, tekanan darah
menurun, dan sesak napas (Martaadisobrataa dkk, 2013).
B.
Konsep
Dasar Manajemen Kebidanan
Menajemen
kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk
mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan-temuan,
keterampilan, dalam rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan suatu
keputusan yang berfokus pada klien (Suryani, 2006).
Sesuai dengan perkembangan pelayanan
kebidanan, maka bidan diharaapkan lebih kirtis dalam melaksanakan proses
manajemen kebidanan untuk mengambilan keputusan. Menurut Hellen Varney, proses
manajemen terdiri dari 7 langkah yang berurutan. Proses dimulai dengan
pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi.
Ketujuh langkah tersebut membentuk
suatu kerangka lengkap yang dapat di aplikasikan dalam situasi semua situasi.
Akan tetapi setiap langkah tersebut bisa dipecah-pecahkan ke dalam tugas-tugas
tertentu dan semuanya berrvariasi sesuai dengan kondisi klien. Ketujuh langkah
tersebut adalaah sebagaai berikut (Suryani, 2006).
Adapun tujuh langkah
manajemen kebidanan menurut Hellen Varney, yaitu:
1.
Pengumpulan
Data Dasar
Mengumpulkan semua data yang
diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap, yaitu: riwayat
kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya, meninjau catatan
terbaru atau catatan sebelumnya.
Pada langkah ini dikumpulkan semua
informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
Bidan mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Bila klien mengalami
komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter, dalam manajemen kolaborasi,
bidan akan melakukan konsultasi.
2.
Interpretasi
Data dasar
Dilakukan identifikasi yang benar
terhadap diagnosa atau masalah kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang
benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan
diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik.
Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami oleh wanita yang
diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian.
3.
Mengidentifikasi
Diagnosa Potensial
Mengidentifikasi diagnosa atau
masalah poteensial berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah
diidentifikasi. Bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial
tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi. Langkah ini
bersifat antisipasi yang rasional atau logis.
4.
Tindakan
Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan
segera oleh bidan atau dokter untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama
dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuia dengan kondisi klien. Hal ini
mencerminkan kesinambungakn dari proses manajemen kebidanan.
5.
Perencanaan
Asuhan Yang Menyeluruh
Direncanakan
asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah
ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap dignosa atau masalah yang telah
diidentifikasi atau diantisipasi.
Asuhan terhadap klien mancakup
setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana asuhan
haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien, agar
dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien merupakan bagian dari
pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu, tugas bidan adalah merumuskan
secara benar asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana bersama klien,
kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.
6.
Melaksanakan Perencanan
Rencana asuhan menyeluruh seperti
yang telah diuraikan pada langkah ke lima dilaksanakan secara efisien dan aman.
Perencanaan ini dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh klien
atau anggota tim kesehatan. Dalam situasi ini bidan berkolaborasi dengan
dokter, untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan
bidan dalam manejemen asuhan bagi klien adalah bertanggung jawab terhadap
terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut.
7.
Evaluasi
Dilakukan evaluasi kefektifan asuhan
yang sudah diberikan, meliputi pemenuhan
kebutuhan terhadap masalah yang telah diidentifikasi didalam masalah dan
diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif
dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian
rencana tersebut telah efektif sedang sebgian belum. Maka bidan perlu mengulang
kembali setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk
mengidentifikasi mangapa rencana asuhan tidak berjalan efektif serta melakukan
penyesuaian pada rencana tersebut (Suryani, 2006).
C.
Konsep
Dasar Asuhan Kebidanan
1.
Pengertian
Asuhan
kebidanan adalah penerapan fungsi, kegiatan dan tanggung jawab bidan dalam
pelayanan yang diberikan kepada klien yang memiliki kebutuhan dan/atau masalah
kebidanan (kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, keluarga berencana,
kesehatan reproduksi wanita, dan pelayanan kesehatan masyarakat) (Suriyani,
2006).
2.
Prinsip
Dasar Asuhan Kebidanan
a.
Menjaga hubungan baik
antara ibu dan bidan
b.
Ibu adalah fokus dalam
memberikan asuhan
c.
Memberikan pilihan pada
ibu untuk melahirkan
d.
Bertanggung jawab dalam
memeberikan asuhan
e.
Menggunakan seluruh
keterampilan
f.
Memberikan asuhan yang
ramah (Heryani, 2011).
3.
Filosofih
Asuhan Kebidanan
a.
Keyakinan tentang
perempuan
b.
Keyakinan tentang
kehamilan dan persainan
c.
Keyakinan mengenai
fungsi profesi dan pengaruhnya
d.
Keyakinan tentang
pemberdayaan dan membuat keputusan
e.
Keyakinan tentang
asuhan
f.
Keyakinan tentang
kolaborasi
g.
Keyakinan tentang
fungsi profesi dan manfaatnya (yulianti, 2011).
4.
Bentuk
Asuhan Kebidanan
Asuhan kebidanan mencakup asuhan
kebidanan pada ibu hamil, asuhan kebidanan pada ibu bersalin, asuhan kebidanan
bayi baru lahir, dan asuhan kebidanan pada ibu nifas.
a.
Asuhan ibu hamil
dilakukan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan diagnosis dan rencana
tindakan, serta melaksanakannya untuk menjamin keamanan dan kepuasan serta
kesejahteraan ibu dan janin selama periode kehamilan.
b.
Asuhan persalinan oleh
bidan dimulai dengan mengumpulkan data, menginterpretasikan data untuk
menetukan diagnosis persalinan dan mengidentifikasi masalah/kebutuhan, membuat
rencana, dan melaksanakan tindakan dengan memantau kemajuan persalinan serta
menolong persalinan untuk menjamin keamanan dan kepuasan ibu selama periode
persalinan.
c.
Asuhan bayi baru lahir
oleh bidan dimulai dari menilai kondisi bayi, memfasilitasi terjadinya
pernapasan spontan, mencegah hipotermia, memfasilitasi kontak dini dan mencegah
hipoksia sekunder, menentukan kelainan, serta melakukan tindakan pertolongan
dan merujuk sesuai kebutuhan.
d.
Asuhan ibu nifas oleh
bidan dilakukan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan diagnosis dan rencana
tindakan, serta melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan dan mencegah
komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas
(Suriyani, 2006).
D.
Konsep
Pendokumentasian Kebidanan
1.
Pengertian
Dokumentasi adalah sekumpulan
catatan, penyimpanan dan desiminasi dari catatan informasi dalam sistem
terintegrasi untuk penggunaan yang efisien dan mudah diterima. Dokumentasi
merupakan persiapan dan catatan komunikasi mendorong untuk membuktikan suatu
informasi atau kejadian. Pendokumentasian sendiri mempunyai arti sebagai
pekerjaan mencatat atau merekam peristiwa dan objek maupun aktivitas pemberian
jasa (pelayanan) yang dianggap berharga atau penting (Mufdilah, 2009).
2.
Tujuan Dokumentasi
(Mufdilah, 2009)
a.
Sebagai sarana
komunikasi
b.
Sebagai sarana tanggung
jawab dan tanggung gugat
c.
Sebagai sarana
informasi statistik
d.
Sebagai saraana
pendidikan
e.
Sebagai sumber data
penelitian
f.
Sebagai jaminan
kualitas pelayanan kesehatan
g.
Sebagai sumber data
perencanaan asuhan kebidanan berkelanjutan.
3.
Fungsi Pendokumentasian
(Mufdilah, 2009)
Dalam pendokumentasian atau catatan
asuhan kebidanan dapat diterangkan dalam bentuk SOAP :
S : Data Subjektif
Berhubungan
dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran
dan keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan
berhubungan langsung dengan diagnosis.
O : Data Subjektif
Menggambarkan
pendokumentasian hasil observasi yang jujur, hasil pemeriksaan fisik pasien,
pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan diagnosis lain. Data ini akan memberikan
bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis.
A : Analisa/Asessment
Merupakan
pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari data
subjektif dan objektif. Analisa data adalah melakukan interpretasi data yang
telah dikumpulkan, mencakup: diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis/masalah
potensial serta perlunya antisipasi diagnosis/masalah potensial dan tindakan segera.
P : Planing/perencanaan
Planning/perencanaan
adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan
disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data. Rencana asuhan ini
bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan
mempertahankan kesejahteraannya.
E.
Asuhan
Kebidanan Pada Ibu Hamil Dengan Abortus Inkomplit
1.
Data Subjektif
a. Ibu
mengatakan keluar darah yang banyak dan bergumpal dari kemaluannya.
b. Ibu
mengatakan nyeri hebat pada perut bagian bawah.
2.
Data Objektif
a. Keadaan
umum sedang.
b. Ttv
normal
c. Pada
pemeriksaan dalam (VT) teraba sisa jaringan padaa kavum uteri
3.
Assessment
Abortus inkomplit
4.
Planning
a. Jelaskan
pada ibu dan keluarga bahwa kehamilannya tidak bisa dipertahankan.
b. Beri
support mental pada ibu
c. Observasi
Tanda-tanda Vital dan perrdarahan
d. Lakukan
kolaborasi dengan dokter
5.
Evaluasi
a. Ibu
mengerti dengan anjuran yang diberikan
BAB III
KERANGKA KONSEP
A.
Kerangka
Konsep
Kerangkap
konsep adalah kerangka berfikir hubungan antara variabel-variabel yang terlibat
dalam penelitian atau hubungan antara konsep dengan konsep lainnya dari masalah
yang diteliti sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada studi kepustakaan
(Abd. Nasir.2011)
Asuhan
kebidanan adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab
bidan dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah
di bidang kesehatan ibu pada masa kehamilan, persalinan, nifas, bayi setelah
lahir serta keluarga berencana (Muslihatun, 2009).
B.
|
|
|
|
|
C.
Definisi
Operasiaonal
Definisi
operasional adalah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat
diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau mengubah konsep-konsep yang
berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang
dapat diamati dan dapat diuji dan ditentukan kebenaraannya oleh orang lain
(Abd.Nasir, 2011).
1.
Definisi operasional
adalah suatu kegiatan yang langsung
dengan memilih objek tertentu yaitu Remaja dengan Dismenorhoe dengan pengkajian
menggunakan SOAP.
1). Alat ukur : Menggunakan Format pengkajian
2). Cara ukur :
a. Anamnesa/wawancara
b.
Observasi langsung ke klien
2.
Data Subjektifadalah
dikumpulkannya semua data-data atau informasi yang berkaitandengan kondisi
pasien, untuk memperoleh data dilakukan dengan cara : Anamnese.
3.
Data Objektif adalah
data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan pasien.
4.
Assesment adalah
penegakan masalah/diagnosa dari hasil pemeriksaan data subjektif dan data
objektif.
5.
Planning adalah
perencanaan serta pelaksanaan yang sesuai dengan rencana asuhan, dimana bidan
berkolaborasi dengan dokter untuk menangani pasien yang mengalami komplikasi.
6.
Evaluasi adalah
pengecekan efektif apakah rencana asuhan tersebut yang meliputi pemenuhan
kebutuhan akan bantuan sebagaimana data yang telah diidentifikasikan dalam
diagnosa dan masalah serta evaluasi merupakan hasil akhir dari asuhan.
7.
Pendokumentasian atau
catatan adalah suatu proses berpikir bidan secara sistematis dalam menghadapi
pasien sesuai langkah-langkah asuhan kebidanan.
BAB
IV
METODE
PENELITIAN
A.
Jenis
Penelitian
Jenis
penelitian ini adalah pendekatan studi kasus dengan mengeksporasikan secara
mendalam dan spesifik tentang kejadian tertentu yaitu dengan mengangkat satu
kasus untuk diteliti sebagai gambaran Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil Dengan Abortus Inkomplit di RSU Anutapura
Palu.
Asuhan ini berisi
tahapan kerja berdasarkan :
1.
Studi Kasus
Pada tahap ini peneliti
menelusuri kasus pada ibu hamil dengan
abortus inkomplit pada saat penelitian kemudian menggunakan
pendekatan pemecahan masalah dalam Asuhan Kebidanan yang meliputi data
subjektif, data objektif, assesment, planning dan evaluasi, dan
pendokumentasian.
2.
Studi Kepustakan
Yaitu dengan menelusuri
buku-buku sumber kepustakan yang berkaitan dengan Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil Dengan Abortus Inkomplit.
3.
Diskusi
Diskusi dilakukan
dengan tim kesehatan yang bertugas di RSU
Anutapura Palu baik itu dokter, bidan, perawat yang melayani
langsung klien serta pembimbing proposal dari pihak akademik. Diskusi ini
dilakukan untuk menelaah apakah ada kesenjagan antara praktek dengan teori.
B.
Lokasi
dan Waktu Penelitian
Lokasi
penelitian akan dilakukan di wilayah kerja RSU
Anutapura Palu. Alasannya karena masih banyaknya ditemukan kasus ibu hamil dengan abortus inkomplit.
Penelitian akan dilakukan pada bulan April-Mei tahun 2014.
C.
Subjektif Penelitian
Penelitian
ini adalah Ibu Hamil Dengan Abortus Inkomplit
Di Wilayah Kerja RSU Anutapura
Palu dengan menggunakan pendekatan Asuhan Kebidanan.
D.
Pengumpulan
Data
Teknik Pengumpulan Data
adalah menggunakan data primer dengan pendekatan Asuhan Kebidanan dengan
lagkah-langkah : Data subjektif, data objektif, assesment, planning dan evaluasi serta
pendokumentasian. Dalam pengkajian digunakan format pengkajian Asuhan Kebidanan.
E.
Pengolahan
Data
Setelah
dikumpulkan melalui alat pengumpulan data selanjutnya diolah dan dianalisa
secara deskriftif kualitatif, yaitu menilai objek penelitian berdasarkan
analisis kualitatif tanpa menggunakan angka-angka secara kuantitatif.
F.
Penyajian
Data
Setelah
dianalisis selanjutnya disajikan dalam bentuk Narasi atau penjelasan
berdasarkan hasil analisa kualitatif
tentang aspek-aspek yang terkait dengan kasus Abortus Inkomplit Pada Ibu Hamil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar