BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan
pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Namun hal ini dapat
di hindarkan atau dikurangi dengan jalan menjaga jangan sampai dasar panggul
dilalui oleh kepala janin dengan cepat dan adanya robekan perineum ini di bagi
menjadi: robekan perineum derajat 1, robekan perineum derajat 2, 3 dan 4 (Rukiah,
2010).
Berdasarkan data
World Health Organization (WHO) pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus rupture
perineum pada ibu bersalin. Angka diperkirakan akan meningkat mencapai 6,3
juta pada tahun 2050 jika tidak mendapat perhatian dan penanganan yang lebih (Fathus, 2014).
Di Asia rupture
perineum juga merupakan masalah yang cukup banyak dalam masyarakat, 50 %
dari kejadian rupture perineum di dunia terjadi di Asia. Prevelensi ibu
bersalin yang mengalami rupture perineum di Indonesia 52 % di karenakan
persalinan dengan bayi berat lahir cukup atau lebih (Fathus, 2014).
Penyebab
terjadinya ruptur perineum dapat dilihat dari dua faktor yaitu faktor
maternal dan janin. Faktor janin yang menjadi penyebab terjadinya ruptur
perineum adalah berat badan lahir, posisi kepala yang abnormal, distosia
bahu, kelainan bokong dan lain-lain. Berat badan lahir yang lebih dari 4000
gram dapat meningkatkan resiko terjadinya ruptur perineum hal ini
disebabkan oleh karena perineum tidak cukup kuat menahan regangan kepala
bayi dengan berat badan bayi yang besar
(Fathus,
2014).
Perdarahan
postpartum menjadi penyebab utama 40% kematian ibu di Indonesia. Robekan jalan
lahir merupakan penyebab kedua perdarahan setelah atonia uteri yang terjadi
pada hampir persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Perlukaan perineum umumnya terjadi unilateral, namun dapat juga bilateral.
Perlukaan pada diafragma urogenetalis
dan muskulus levator ani, yang
terjadi pada waktu persalinan normal atau persalinan dengan alat, dapat terjadi
tanpa luka kulit perineum atau pada vagina., sehingga tidak kelihatan dari
luar. Perlukaan demikian dapat melemahkan dasar panggul, sehingga mudah terjadi
prolapsus genetalis (Fathus, 2014).
Pengetahuan ibu
nifas tentang perawatan luka perineum yang baik seperti mencuci luka perineum
dengan air sabun mengeringkan daerah genetalia setelah BAK dan BAB dan
melakukan cebok dari depan ke belakang akan mencegah infeksi perineum.
Pengetahuan rendah atau kurang kemungkinan terjadi infeksi akan lebih besar
karena kesalahan dalam perawatan luka perineum (Yuliana, 2013).
Angka kejadian
infeksi karena robekkan jalan lahir masih tinggi, dikarenakan kurangnya
pengetahuan tentang cara perawatan luka perineum dan salah satu intervensi yang
bisa dilakukan adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan
luka perineum. Penyebab infeksi diantaranya adalah bakteri eksogen (kuman dari
luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh), endogen (dari jalan
lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus
anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir.
Menurut
Suwiyoga (2004) akibat perawatan perineum yang tidak benar dapat mengakibatkan
kondisi perineum yang terkena lokhea dan
lembabakan sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat
menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum. Munculnya infeksi pada perineum
dapat merambat pada saluran kandung kencing ataupun pada jalan lahir yang dapat
berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kencing maupun infeksi pada
jalan lahir (Herawati, 2010).
Infeksi
tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan
kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka
itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka (Herawati, 2010).
Asuhan Kebidanan merupakan penerapan fungsi dan kegiatan yang
menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai
kebutuhan/masalah dalam bidang kesehatan ibu pada masa hamil, nifas, bayi
setelah lahir serta keluarga berencana Asuhan Kebidanan adalah proses
pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan
kewenangan dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan
(Dodiet, 2012)
Berdasarkan
data yang diperoleh dari RSU Anutapura palu, angka kejadian persalinan dengan robekan
jalan lahir khususnya robekan perineum derajat II masih tinggi pada tahun 2013
yaitu jumlah persalinan normal 1232 terjadi 29 kasus robekan perineum tingkat
II (RSU Anutapura Palu, 2013).
Tingginya
kasus ruptur perineum tingkat II yang terjadi di RSU Anutapura Palu tahun 2011
sebanyak 29 kasus perlu mendapat perhatian khuus mengingat salah satu faktor
terjadi infeksi adalah perawatan perineum masa nifas yang kurang baik dan benar
diharapkan mampu menurunkan AKI akibat infeksi pada masa nifas, maka penulis
tertarik untuk mengaji ruptur perineum deerajat II akan dituangkan dalam bentuk
proposal dengan judul “Asuhan Kebidanan pada Ibu Post Partum dengan Robekan
Perineum Derajat II di ruang kasuari RSU Anutapura palu pada tahun2014”.
Pelayanan
kebidanan merupakan layanan yang diberikan oleh bidan sesuai dengan kewenangan
yang diberikannya dengan maksud untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam
rangka tercapainya keluarga berkualitas, bahagia dan sejahtera sehingga
tercapai indonesia sehat 2015 (Pujiati,
2011).
Komplikasi pasca persalinan lain
yang sering dijumpai termasuk infeksi saluran kemih, retensio urin, atau
inkontinensia. Banyak ibu mengalami nyeri pada daerah perineum dan vulva selama
beberapa minggu, terutama apabula terdapat kerusakan jaringan atau episiotomi
pada persalinan kala II. Perineum ibu harus diperhatika secara teratur terhadap
kemungkinan terjadinya infeksi (Sarwono, 2008).
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut: “Bagaimana Asuhan Kebidanan Pada Ibu Post Partum
Dengan Robekan Perineun derajat II?”
C.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan kebidanan ibu
bersalin dengan robekan perineum derajat II dengan pola 7 langkah varney dan
pendokumentasian SOAP.
2.
Tujuan Khusus
Adapun
tujuan khususnya yaitu mahasiswa dapat:
1)
Dapat melakukan pengkajian
menyeluruh pada ibu bersalin dengan robekan perineum derajat II.
2)
Dapat menentukan diagnosa kebidanan
pada ibu bersalin dengan robekan perineum derajat II.
3)
Dapat menentukan diagnosa potensial
dan masalah pada ibu bersalin dengan robekan perineum derajat II.
4)
Dapat mengidentifikasi kebutuhan
akan tindakan segera pada ibu bersalin dengan robekan perineum derajat II.
5)
Dapat merencanakan tindakan
kebidanan pada ibu bersalin dengan robekan perineum derajat II
6)
Dapat melaksanakan tindakan
kebidanan pada ibu bersalin dengan robekan perineum derajat II .
7)
Dapat mengevaluasi tindakan asuhan
yang telah diberikan pada ibu bersalin dengan robekan perineum derajat II.
8)
Dapat melakukan Pendokumentasian
D. Manfaat Penelitian
1.
Bagi institusi pendidikan
Sebagai
bahan acuan penelitian berikutnya bagi institusi pendidikan dalam pengetahuan
peran dan sikap bidan dalam pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu post partum
dengan robekan perineum derajat II.
2.
Bagi institusi RSU Anutapura
Sebagai
bahan masukkan mengenai pengetahuan peran dan sikap bidan dalam pelaksanaan
asuhan kebidanan pada ibu post partum derngan robekan perineum derajat II.
3.
Bagi peneliti
Untuk
menambah pengalaman dan wawasan bagi peneliti dalam melakukan asuhan kebidanan
yang baik dan benar pada setiap kasus kebidanan yang ada salah satunya ruptur
perineum derajat II.
BAB II
TINJAUAN PISTAKA
A. Konsep Tentang Post Partum (Masa Nifas)
1.
Pengertian masa nifas
a.
Masa nifas atau puerperium di mulsi
sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah
itu (Sarwono, 2008).
b.
Masa nifas adalah masa segera
setelah kelahiran sampai 6 minggu. Selama masa ini, salura reproduktif
anatominya kembali keadaan tidak hamil yang normal (Rukiah, 2010).
c.
Masa nifas (puerperium) adalah masa
pulih kembali, mulai dari persalinan selesai samapai alat-alat kandungan
kembali seperti pra hamil. Lama
masa nifas 6-8 minggu (Rukiah, 2010).
d.
Masa nifas disebut juga masa post
partum atau puerperium adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan
plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai
dengan pulihnya kembali organ-organ yang
berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain
sebagainya berkaitan saat melahirkan (Rahmawati, 2009).
Berdasarkan
uraian diatas, penulis memberikan kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan masa
nifas adalah disebut juga masa puerperium atau masa post partum dimulai sejak 1
jam setelah bayi lahir dan plasenta lahir atau keluar dari rahim, berlangsung
selama 6 minggu (42 hari) berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali
organ-organ yang berkaitan dengan kandungan yang mengalami perubahan seperti
perlukaan dan berkaitan saat melahirkan.
2.
Tujuan asuhan masa nifas
Selama bidan memberikan asuhan sebaiknya bidan
mengetahui apa tujuan dari pemberian asuhan pada ibu masa nifas, tujuan
diberikan asuhan pada ibu selama masa nifas antara lain:
a.
Menjaga kesehatan ibu dan bayinya
baik fisik maupun psikologis dimana dalam asuhan pada masa ini peranan keluarga
sangat penting, dengan pemberian nutrisi, dukungan psikologi maka kesehatan ibu
dan bayi selalu terjaga.
b.
Melaksanakan skrining yang
komprehensif (menyeluruh) dimana bidan harus melakukan manajemen asuhan
kebidanan pada ibu masa nifas secara sistematis yaitu mulai pengajian data
subjektif, objektif maupin penunjang.
c.
Setelah bidan melaksanakan
pengakajian data maka bidan harus menganalisa darah tersebut sehingga tujuan
asuhan masa nifas ini dapat mendeteksi masalah yang terjadi pada ibu dan bayi
d.
Mengobati atau merujuk bila terjadi
komplikasi pada ibu maupun bayinya, yakni setelah masalah ditemukan maka bidan
dapat langsung masuk ke langkah berikutnya sehingga tujuan diatas dapat
dilaksanakan.
e.
Memberikan pendidikan kesehatan
tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui,
pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat; memberikan
pelayanan keluarga berencana (Rukiah, 2010).
3.
Peran dan Tanggung Jawab Bidan Dalam
Asuhan Masa Nifas
Asuhan ibu selama masa nifas, bidan bidan mempunyai
peran dan tanggung jawab antara lain:
a.
Bidan harus tinggal bersama ibu dan
bayi dalam beberapa saat untuk mamastikan keduanya dalam kondisi yang stabil.
b.
Periksa fundus tiap 15 menit pada
jam pertama, 20-30 menit pada jam kedua, jika kontraksi tidak kuat. Masasse
uterus sampai keras karena otot akan menjepit pembuluh darah sehingga
menghentikan perdarahan.
c.
Periksa tekanan darah, kandung
kemih, nadi, perdarahan tiap 15 menit pada jam pertama dan tiap 30 menit pada
jam kedua.
d.
Anjurkan ibu minum untuk mencegah
dehidrasi, bersihkan perineum, dan kenakan pakaian bersih, biarkan ibu
istrahat, beri posisi yang nyaman, dukung program bounding attachman dan ASI eksklusif, ajarkan ibu dan keluarga
untuk memeriksa fundus dan perdarahan, beri konseling tentang Gizi, perawatan
payudara, kebersihan diri.
e.
Memberikan dukungan secara
berkesinambungan selama masa nifas sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi
ketegangan fisik dan psikologis selama masa nifas.
f.
Sebagai promotor hubungan antara ibu
dan bayi serta keluarga.
g.
Mendorong ibu untuk menyusui bayinya
dengan meningkatkan rasa nyaman.
h.
Membuat kebijakan, perencana program
kesehatan yang berkaitan ibu dan anak dan mampu melakukan kegiatan administrasi.
i.
Mendeteksi komplikasi dan perlunya
rujukan
j.
Memberikan konseling untuk ibu dan
keluarganya mengenai cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya,
menjaga gizi yang baik, serta mempraktekan kebersihan yang aman.
k.
Malakukan manajemen asuhan dengan
cara mengumpulkan data, menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta
melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan, mencegah komplikasi dengan
memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas.
l.
Memberi asuhan secara profesional
(Rukiah, 2010).
4.
Tahapan masa nifas
Adapun tahapan-tahapan masa nifas
(post partum/puerperium) adalah:
1.
Puerperium dini: Masa kepulihan,
yakni saat-saat ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2.
Puerperium intermedial: masa
kepulihan menyeluruh dari organ-organ genital, kira-kira antara 6-8 minggu.
3.
Remot puerperium: Waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama apabila ibu selama hamil
atau persalinan atau persalinan mempunyai komplikasi (Rahmawati, 2009).
5. perubahan fisiologi pada masa
nifas
A. perubahan
sistem reproduksi
1. perubahan uterus
Secara garis besar, uterus akan
mengalami pengecilan (involusi) secara berangsur-angsur sehingga akhinya
kembali seperti sebelum hamil. Mengenai tinggi fundus uterus dan berat uterus
menurut masa involusi sebagai berikut:
Involusi
|
Tinggi
fundus uterus
|
Berat
uterus
|
Bayi lahir
|
Setinggi pusat
|
1000 gram
|
Uri lahir
|
Dua jari bawah pusat
|
750 gram
|
Satu minggu
|
Pertengahan pusat-symphisis
|
500 gram
|
Dua minggu
|
Tak teraba di atas symphisis
|
350 gram
|
Enam minggu
|
Bertambah kecil
|
50 gram
|
Delapan minggu
|
Sebesar normal
|
30 gram
|
Tabel 2.1
Involusi
uterus
Segera setelah persalinan bekas
implantasi plasenta berupa luka kasar dan menonjol kedalam cavum uteri,
penonjolan tersebut diameternya kira-kira 7,5 cm. Sesudah 2 minggu diameternya
berkurang menjadi 3,5 cm, dan akhirnya akan pulih kembali. Di samping itu, dari
cavum uteri keluar cairan sekret disebut lochea (Rahmawati, 2009).
a.
Lochea rubra (cruenta): berwarna merah, berisi darah
segar dan sisa-sisa darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium,
selama 2 hari pasca persalinan.
b.
Lochea
sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah lender, hari ke
3-7 pasca persalinan.
c.
Lochea
serosa: berwarnah kuning, cairan tidak berdarah lagi hari ke
7-14 pasca persalinan, mengandung leokosit, mucus, sel epitel vagina, desidua
nekrotik, bakteri nonpatologis.
d.
Lochea alba: cairan
putih, setelah 2 minggu sebagian besar cairan dan lekosit ditambah sebagian
mucus serviks dan mikroorganisme.
e.
Lochea
purulenta: terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau
busuk.
f.
Lochiostatis:
lochea tidak lancar keluarnya (Sumiaty, 2011).
2. Perubahan
vagina daan perineum
a.
Vagina
Pada minggu
ketiga, vagina mengecil dan timbul rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan)
kembali.
b.
Perlukaan vagina
Perlukaan
vagina yang tidak berhubungan dengan
luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan
biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam,
terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding
lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.
c.
Perubahan pada perineum
Terjadi
robekan perineum pada hampirt semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan
bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis
lebih kecil dari biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran
yang lebih besar daripada sirkumferensia
suboksipito bregmatika
(Rahmawati, 2009).
B. Perubahan
pada sistem pencernaan
Sering
terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini umumnya disebabkan
karena makanan padat dan kurangnya berserat selama persalinan. Di samping itu
rasa takut untuk buang air besar, sehubungan jahitan pada perineum, jangan
sampai lepas dan juga takut akan rasa nyeri. Buang air besar harus dilakukan
3-4 hari setelah persalinan. Bilamana masih juga terjadi konstipasi dan
beraknya mungkin keras dapat diberikan obat laksan peroral atau per rektal.
Bila masih juga belum berhenti, dilakukan klysma
(klisma), enema (ing) artinya suntikan urus-urus (Rahmawati, 2009).
C. Perubahan
perkemihan
Saluran
kembali normal dalam waktu 2 sampai 8 minggu, tergantung pada 1) keadaan/status
sebelum persalinan, 2) lamanya partus kala 2 dilalui, 3) besarnya tekanan
kepala yang menekan pada saat persalinan (Rahmawati, 2009).
D. Perubahan
sistem muskuloskeletal atau diatesis rectie abdominis
1. Diathesis
Setiap
wanita nifas memiliki derajat diathesis/konstitusi (yakni keadaan tubuh yang
membuat jaringan-jaringan tubuh bereaksi secara luar biasa terhadap
rangsangan-rangsangan luar tertentu, sehingga membuat orang itu lebih peka
terhadap penyakit-penyakit tertentu) (Rahmawati, 2009).
2.
Abnominalis dan peritonium
Akibat peritonium berkontraksi dan ber-retraksi
pasca persalinan dan juga beberapa hari setelah itu, peritonium yang membungkus sebagian besar dari uterus, membentuk
lipatan-lipatan dan kerutan-kerutan (Rahmawati, 2009).
Dinding
abdomen tetap kendor untuk sementara waktu. Hal ini disebabkan karena sebagai
konsekuensi dari putusnya serat-serat elastis kulit dan distensi yang
berlangsung lama akibat pembesaran uterus selama hamil (Rahmawati, 2009).
E.
Perubahan tanda-tanda vital
1.
Suhu badan
a. Sekitar hari
ke-4 setelah persalinan suhu ibu mungkin naik sedikit, antara 37,20C-37,50C.
Kemungkinan disebabkan karena ikutan dari aktivitas payudara.
b. Bila
kenaikan mencapai 380C pada hari kedua sampai hari-hari berikutnya,
harus diwaspadai adanya infeksi atau sepsis nifas.
2.
Denyut nadi
a.
Denyut nafi ibu akan melambat
sekitar 60x/mnt, yakni pada waktu setelah persalinan karena ibu dalam waktu
istrahat penuh. Ini terjadi utamanya pada minggu pertama post partum.
b.
Pada ibu yang nervus nadinya bisa
cepat, kira-kira 110x/mnt. Bisa juga terjadi gejala syok karena infeksi,
khususnya bila disertai peningkatan suhu tubuh.
3.
Tekanan darah
a.
Tekanan darah < 140/90 mmHg.
Tekanan darah tersebut bisa meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari post
partum
b.
Bila tekanan darah menjadi rendah
menunjukkan adanya perdarahan post partum.
4.
Respirasi
a.
Pada umunya respirasi lambat atau
bahkan normal. Mengapa demikian, tidak lain karena ibu dalam keadaan pemulihan
atau dalam kondisi istrahat.
b.
Bila ada respirasi cepat post partum
(<30x/mnt), mungkin karena adanya ikutan tanda-tanda syok ( Rahmawati, 2009).
6. Kebutuhan
dasar masa nifas
a.
Nutrisi dan cairan
Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari; makan
dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang
cukup; minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum tiap
kali menyusui); pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya
selama 40 hari pasca persalinan; minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar
bisa memberikan vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada
bayinya melalui ASInya (Rukiah, 2010).
c.
Ambulasi
Ibu yang
baru melairkan mungkin enggan banyak bergerak karena merasa letih dan sakit.
Namun ibu harus dibantu turun dari tempat tidur dalam 24 jham pertama setelah
kelahiran pervaginam. Ambulasi dini sangat penting dalam mencegah trombosis
vena. Tujuan dari ambulasi dini adalah
untuk membantu menguatkan otot-otot perut dan dengan demikian menghasilkan bentuk tubuh yang baik, mengencangkan otot dasar panggul sehingga mencegah
atau memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh tubuh (Rukiah, 2010).
3.
Eliminasi : BAK/BAB
Diuresis
yang nyata dapat terjadi pada satu atau dua hari pertama setelah melahirkan,
dan kadang-kadang ibu mengalami kesulitan untuk mengosongkan kandung kemihnya
karena rasa sakit, memar atau gangguan pada tonus otot. Ia dapat dibantu untuk
duduk di atas kursi berlubang tempat bunag air kecil (commode) jika masih belum diperbolehkan berjalan sendiri dan
mengalami kesulitan untuk buang air kecil dengan pispot di atas tempat tidur.
Meskipun sedapat mungkin dihindari, kateterisasi lebih baik dilakukan daripada
terjadi infeksi saluran kemih akibat urin yang tertahan.
Penatalaksanaan
defekasi diperlukan sehubungan kerja usus cenderung melambat dan ibu yang baru
melahirkan mudah mengalami konstipasi, pemberian obat-obat untuk pengaturan
kerja usus kerap bermanfaat.
Faktor-faktor
memegang peranan yang penting dalam memulihkan faal usus. Ibu mungkin
memerlukan bantuan untuk memilih janis-jenis makanan yang tepat dari menunya.
Ia mungkin pula harus diingatkan mengenai manfaat ambulasi dini dan meminum
cairan tambahan untuk menghindari konstipasi (Rukiah, 2010).
d.
Kebersihan diri atau perineum
Pada ibu
masa nifas sebaiknya anjurkan kebersihan seluruh tubuh. Mengajarkan pada ibu
bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ia
mengerti untuk membersihkan daerah di sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan
kebelakang anus (Rukiah, 2010).
Sarankan ibu
untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari. Kain
dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik, dan dikeringkan dibawah
sinar matahari atau disetrika. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun
dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya. Jika ibu mempunyai
luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk
menghindari menyentuh daerah luka (Rukiah, 2010).
e.
Istrahat
Istrahat
pada ibu selama masa nifas beristrahat cukup untuk mencegah kelelahan yang
berlebihan. Sarankan ia untuk kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga biasa
perlahan-perlahan, serta untuk tidur siang atau istrahata selagi bayi tidur
(Rukiah, 2010).
f.
Seksual
Secara fisik
aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu
dapat memasukkan satu atau dua jarinya kedalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu
darah merah berhenti dan ibu tidak merasakan ketidaknyamanan, aman untuk
memulai melakukan hubungan suami istri kapan saj ibu siap (Rukiah, 2010).
g.
Keluarga Berencana
Idealnya
pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun sebelum hamil kembali.
Setiap pasangan harus menentukan sendiri kapan dan bagaimana mereka ingin
merencanakan tentang keluarganya. Namun petugas kesehatan dapat membantu
merencanakan keluarganya dengan mengajarkan kepada mereka tentang cara mencegah
kehamilan yang tidak diinginkan (Rukiah, 2010).
h.
Latihan/senam nifas
Latihan/senam
nifas: diskusikan pentingnya mengembalikan otot-otot perut dan panggul kembali
normal. Ibu akan merasa lebih kuat dan ini menyebabkan otot perutnya menjadi
kuat sehingga mengurangi rasa sakit pada punggung.; jelaskan bahwa latihan
tertentu beberapa menit setiap hari sampai dapat membantu (Rukiah, 2010).
B. Konsep tentang Robekan/ruptur
Perineum
Perlukaan
perineum umumnya terjadi unilateral, namun dapat juga bilateral. Perlukaan pada
diafragma urogenitalis dan muskulus levator ani, yang terjadi pada
waktu persalinan dengan alat, dapat terjadi tanpa luka pada kulit perineum atau
pada vagina, sehingga tidak terlihat dari luar. Perlukaan demikian dapat
melemahkan dasar panggul, sehingga mudah terjadi prolapsus genetalis (Rukiah,
2010)
Robekan
perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Namun hal ini dapat di hindarkan atau dikurangi
dengan jalan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin
dengan cepat dan adanya robekan perineum ini di bagi menjadi : robekan perineum
derajat 1, robekan perineum derajat 2, 3 dan 4 (Rukiah,2010).
1. Jenis atau tingkat robekan perineum
a. Derajat I: robekan hanya terjadi pada selaput lendir
vagina dengan atau tanpa mengenai kulit
perineum sedikit.
b. Derajat II: robekan yang terjadi lebih dalam yaitu
selain mengenai selaput lendir vagina juga mengenai mukulus.
c. Derajat III: robekan yang terjadi mengenai selaput
lendir vagina sampai otot-otot sfingterani.
d. Derajat IV: robekan yang terjadi mengenai selaput
lendir vagina sampai anus (Rukiah,
2009).
Gambar 2.1
Ruptur perineum
derajat 1.2,3 dan 4
2. Penyebab robekan
1. Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak
ditolong
2. Pasien tidak mampu berhenti mengejan
3. Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan
fundus yang berlebihan
4. Edema dan kerapuhan pada perineum
5. Varikositas
vulva yang melemahkan
jaringan perineum
6. Arcus
pubis sempit dengan pintu
bawah panggul yang sempit pula sehingga menekan kepala bayi ke arah posterior
7. Peluasan episiotomi
8. Bayi besar
9.
Posisis
kepala yang abnormal; misalnya presentasi muka dan occipitoposterior
10. Kelahiran bokong
11. Ekstrasi forceps
yang sukar
12. Dystocia
bahu
13. Anomali
kongenital, seperti hidrosephalus (William, 2010).
3. Bentuk luka perineum setelah melahirkan yaitu:
a. Ruptur
Ruptur atau
robekan perineum adalah luka pada perineum yang di akibatkan oleh rusaknya
jaringan secara alamiah karena proses desakkan kepala janin atau bahu pada saat
proses persalinan. Bentuk ruptur biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang
robek sulit dilakukan penjahitan (Rukiah, 2010).
b.
Episiotomi
Episiotomi
adalah insisi perineum untuk memperlebar ruang pada lubang-keluar jalan lahir
sehingga memudahkan kelahiran anak
(william, 2010). Episiotomi adalah insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya
selaput lendir vagina, cincin himen, jaringan septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum, serta kulit sebelah depan perineum untuk
melebarkan jalan lahir sehingga mempermudah kelahiran (Mansdjoer, 2009).
c.
Lingkup perawatan
Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk pencegahan
infeksi organ-organ reproduksi yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme
yang masuk melalui vulva yang terbuka atau akbat dari perkembangbiakan bakteri
pada peralatan penampung lochea (pembalut) (Rukiah, 2010).
d.
Waktu perawatan
1.
Saat mandi
Pada saat
mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah terbuka maka ada
kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada
pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan penggantian pembalut, demikian pula
pada perineum ibu, untuk itu diperlukan pembersihan perineum (Rukiah, 2010).
2.
Setelah buang air kecil
Pada saat
buang air kecil, kemungkinan besar terjadi kontaminasi air seni pada rektum
akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu diperlukan
pembersihan perineum (Rukiah, 2010).
3.
Setelah buang air besar
Pada saat
buang air besar, diperlukaan pembersihan sisa-sisa kotoran disekitar anus,
untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus ke perineum yang
letaknya bersebelahan maka diperlukan proses pembersihan anus dan perineum
secara keseluruhan (Rukiah, 2010).
e.
Faktor yang mempengaruhi perawata
perineum
1.
Gizi
Faktor gizi
terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap proses penyembuhan luka pada
perineum karena penggantian jaringan sangat membutuhkan protein (Rukiah, 2010).
2.
Obat-obatan
Seperti
steroid untuk dapat menyamarkan adanya infeksi dengan mengganggu respon
inflamasi normal (Rukiah, 2010).
3.
Keturunan
Sifat
genetik seseorang akan mempengaruhi kemampuan dirinya dalam penyembuhan luka.
Salah satu sifat genetik yang mempengaruhi adalah kemampuan dalam sekresi
insulin dapat dihambat, sehingga menyebabkan glukosa daarah meningkat. Dapat
terjadi penipisan protein-kalori (Rukiah, 2010).
4.
Sarana prasarana
Kemampuan
ibu dalam menyediakan sarana dan prasarana dalam perawatan perineum akan sangat
mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya kemampuan ibu dalam menyediakan
antiseptik (Rukiah, 2010).
5.
Budaya dan keyakinan
Budaya dan
keyakinan untuk mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya kebiasaan tarak
telur, ikan dan daging ayam, akan mempengaruhi asupan gizi ibu yang akan sangat
mempengaruhi penyembuhan luka (Rukiah, 2010).
f.
Dampak perawatan luka perineum yang
tidak benar
Perawatan
perineum yang dilakukan dengan baik dapat menghindarkan hal berikut ini:
1.
Infeksi
Kondisi
perineum yang terkena lokia dan lembab akan sangat menunjang perkembangbiakan
bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum (Rukiah, 2010)
2.
Komplikasi
Munculnya
infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran kandung kemih ataupun pada
jalan lahir yang dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung
kemih maupun infeksi pada jalan lahir (Rukiah, 2010).
3.
Kematian ibu post partum
Penanganan
komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya kematian ibu post partum
mengingat kondisi fisik ibu post partum madsih lemah (Rukiah, 2010).
g.
Fase-fase penyembuhan luka
Fase-fase penyembuhan luka menurut
smeltzer (2002:490) adalah sebagai berikut:
1.
Fase inflamasi, berlangsung selama 1
sampai 4 hari.
Respon
vaskuler dan selular terjadi ketika jaringan teropong atau mengalami cedera.
Vasokontriksi pembulh terjadi dan bekuan fibrinoplatelet terbentuk dalam upaya
untuk mengontrol pendarahan. Reaksi ini berlangsung dari 5 menit sampai 10
menit dan diikuti oleh vasodilatasi venula. Mikrosirkulasi kehilangan kemampuan
vasokonstriksinya karena norepinefrin dirusak oleh enzim intraseluler. Juga
histamin dilepaskan, yang meningkat permeabilitas kapiler.
Ketika
mikrosirkulasi mengalami kerusakan, elemen darah seperti antibodi, plasma
protein, elektrololit, komplemen, dan air menembus spasium vaskular selama 2
sampai 3 hari, menyebabkan edema, teraba hangat, kemerahan dan nyeri.
2.
Fase proliferatif, berlangsung 5
sampai 20 hari
Fibrolas
memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring untuk sel-sel yang bermigrasi.
Sel-sel epitel membentuk kuncup pada pinggiran luka; kuncup ini berkembang
menjadi kapiler, yang merupakan sumber nutrisi bagi jaringan granulasi yang
baru.
3.
Fase malnutrisi, berlangsung 21 hari
sampai sebulan atau bahkan tahunan.
Sekitar 3
minggu setelah cedera, fibrolast mulai meninggalkan luka. Jaringan parut tampak
besar, sampai fibril kolagen menyusun kedalam posisi yang lebih padat. Hal ini,
sejalan dengan dehidrasi, mengurangi jaringan parut tetapi meningkatkan
kekuatannya. Maturasi jaringan seperti ini terus berlanjut dan mencapai
kekuatan maksimum dalam 10 atau 12 minggu, tetapi tidak pernah mencapai
kekuatan asalnya dari jaringan sebelum luka.
C. Konsep Manajemen Kebidanan
1. Pengertian
manajemen kebidanan
Manajemen kebidanan merupakan proses pemecahaan
masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan
tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan-temuan, keterampilan dalam
rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan terfokus pada
klien (Suryani, 2008).
Varney dalam bukunya menjelaskan bahwa proses
penyelesaian masalah merupakan salah satu teori yang dapat digunakan dalam
manajemen kebidanan. Dalam text book kebidanan
yang ditulisnya pada tahun 1981 proses manajemen kebidanan diselesaikan dalam
lima langkah. Namun setelah menggunakan Varney (1997) melihat ada beberapa hal
yang penting ang perlu disempurnakan sehingga ditambahkan dua langkah lagi
untuk menyempurnakan teori lima langkah yang dijelaskan terlebih dahulu. Varney
mengatakan seorang bidan dalam manajemen yang dilakukannya perlu lebih kritis
untuk mengantisipasi diagnosis atau masalah potensial.
Proses manajemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah
yang berurutan dan setiap langkah disempurnakan secara periodik. Ketujuh
langkah tersebut membentuk suatu kerangka lengkap yang dapat diaplikasikan
dalam situasi apapun. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
Langkah I: Pengumpulan data dasar
Pada langkah
ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk
mengevaluasi keadaan klien secara lengkap, yaitu:
a.
Riwayat kesehatan
b.
Pemeriksaan fisik sesuai dengan
kebutuhannya
c.
Meninjau catatan terbaru atau
catatan sebelumnya
d.
Meninjau data laboratorium dan
membandingkannya dengan hasil studi
Pada langkah
ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan
dengan kondisi klien. Bidan mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Bila
klien mengajukan komplikasi yang perlu dikonsultasikan dengan dokter dalam
manajemen kolaborasi bidan akan melakukan konsultasi. Pada keadaan tertentu
dapat terjadi langkah pertama akan overlap dengan langkah kelima dan keenam
(atau menjadi bagian dari langkah-langkah tersebut) karena data yang diperlukan
diambil dari hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik yang
lain.
Langkah II: Interprestasi Data
Melakukan
identifikasi secara benar terhadap diagnosa, masalah dan kebutuhan klien
berdasarkan interprestasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan
sehingga ditemukan diagnosa atau masalah yang spesifik. Musalnya diagnosa
seperti post partum hari pertama, subinvolusi,
anemia post partum, preeklampsia, post sectio cesarea. Sedangkan masalah
seperti ibu kurang informasi, ibu tidak pernah ANC, sakit pada luka episiotomi,
keluhan mules yang mengganggu kenyamanan, payudara bengkak dan sakit. Untuk
kebutuhan misalnya penjelasan tentang pencegahan infeksi, tanda-tanda bahaya,
kontak bayi sesering mungkin, penyuluhan perawatan payudara, bimbingan menyusui,
penjelasaan KB, imunisasi bayi, kebiasaan yang tidak bermanfaat atau berbahaya
(Rukiah, 2010).
Langkah III: Mengidentifikasi diagnosa dan potensial masalah
Mengidentifikasi
diagnosa atau masalah potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa
yang telah diidentifikasi dan merencanakan antisipasi tindakan. Misalnya
diagnosa potensial seperti hipertensi post partum, anemia post partum, subinvolusi, perdarahaan post partum, febris post partum, infeksi post partum.
Sedangkan untuk masalah potensial seperti sakit pada luka episiotomi, nyeri
kepala atau mules. Antisipasi dengan pemberian tablet zat besi agar tidak
terjadi anemia (Rukiah, 2010).
Langkah IV: Identifikasi kebutuhan
yang memerlukan penanganan segera
Mengidentifikasi
perlunya penanganan segera oleh bidan atau dokter atau untuk dikonsultasikan
atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan
kondisi klien. Misalnya jika klien mengalami kejang atau perdarahan (Rukiah, 2010).
Langkah V: Merencanakan
asuhan kebidanan
Merencanakan
asuhan kebidanan yang menyeluruh sesuai dengan temuan dari langkah sebelumnya. Adapun
rencana asuhan adalah: kontak dini dan
sesering mungkin dengan bayi, mobilisasi atau istrahat baring di tempat tidur,
gizi (diet), perawatan perineum, buang air kecil spontan, obat pengilang rasa
sakit, obat tidur atau obat pencahar bila diperlukan, pemberian methergin bila
diperlukan, obat intravena (IV) tidak dilanjutkan (bila diberikan), pemberian
tambahan vitamin daan zat besi atau keduanya, bebas dari ketidaknyamanan post
partum, perawata payudara, pemeriksaan laboratorium (jika diperlukan), rencana
pemakaian kontrasepsi (KB), tanda-tanda bahaya, kebiasaan rutin yang tidak
bermanfaat dan membahayakan (Rukiah, 2010).
Langkah VI: Implementasi
asuhan
Mengarahkan
atau melaksanakan rencana asuhan secara efisien dan aman
terhadap kontak dini dan sesering mungkin dengan bayi, mobilisasi atau istrahat
baring di tempat tidur, gizi (diet), perawatan perineum, buang air kecil
spontan, obat penghilang rasa sakit, obat tidur atau obat pencahar bila
diperlukan, pemberian
methergin bila diperlukan, IV tidak dilanjutkan (bila diberikan), pemberian
tambahan, vitamin dann zat besi atau keduanya, bebas dari ketidaknyamanan post
partum, perawatan
payudara, pemeriksaan laboratorium (jika diperlukan), rancana KB, tanda-tanda
bahaya, kebiasaan rutin yang tidak bermanfaat dan membahayakan (Rukiah, 2010).
Langkah VII:
Evaluasi
Mengevaluasi
keefektifan dan asuhan yang diberikan ulangi lagi proses manajemen dengan benar
terhadap semua aspek asuhan yang telah diberikan namun belum efektif dan
merencanakan kembali yang belum terncana (Rukiah, 2010).
D. Konsep Tentang Asuhan Kebidanan
1.
pengertian
asuhan
kebidanan adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab
bidan dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah
di bidang kesehatan ibu pada masa kehamilan, persalinan, nifas, bayi setelah
lahir serta keluarga berencana (Muslihatun, 2009).
2.
tujuan asuhan kebidanan
tujuan asuhan
kebidanan adalah menjamin kepuasan dan keselamatan ibu dan bayinya sepanjang
siklus reproduksi, mewujudkan keluarga bahagia dan berkualitas melalui
pemberdayaan perempuan dan keluarganya dengan menambahkan rasa percaya diri
(Suryani, 2008)
3.
standar asuhan kebidanan
Bidan
merupakan salah satu tenaga kesehatanyang memiliki posisi penting dan strategis
terutama dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB). Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan
paripurna, berfokus pada aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan
kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan tenaga kesehatan
lainnya untuk senantiasa siap melayani siapa saja yang membutuhkannya.
Untuk
mewujudkan pelayanan kebidanan yang berkualitas diperlukan adanya standar
sebagai acuan bagi bidan dalam memberikan asuhan kepada klien di setiap tingkat
fasilitas pelayanan kesehatan. Standar asuhan kebidaan adalah acuan dalam
proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilkukan oleh bidan sesuai
dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat bidan,
mulai dari pengkajian, perumusan diagnosis dan atau masalah kebidanan,
perencanaan, implementasi, evaluasi dan pencatatan asuhan kebidanan
(Muslihatun, 2009)
Standar asuhan
kebidanan menurut KEPMENKES nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007, adalah sebagai
berikut:
Standar I:
pengkajian
Pernyataan
standar: bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan dan lengkap
dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
Kriteria pengkajian:
a.
data tepat, akurat dan lengkap
b.
terdiri dari data subjektif (hasil
anamnesis, biodata, keluhan utama, riwayat obstetri, riwayat kesehatan dan
latar belakang sosial budaya).
c.
Data objektif (hasil pemeriksaan
fisik, psikologis dan pemeriksaan penunjang).
Standar II:
perumusan diagnosis atau masalah kebidanan
Pernyataan
standar: Bidan menganalisis data yang diperoleh pada pengkajian,
menginterprestasikannya secara akurat dan logis untuk menegekkan diagnosis dan
masalah kebidanan yang tepat.
Kriteria perumusan diagnosis atau
masalah kebidanan:
a.
Diagnosis sesuai dengan nomenklatur
kebidanan.
b.
Masalah dirumuskan sesuai dengan
kondisi klien
c.
Dapat di selesaikan dengan asuhan
kebidanan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.
Standar III:
perencanaan
Pernyataan
standar: bidan merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan diagnosis dan masalah
yang ditegakkan.
Kriteria perencanaan
a.
Rencana dan tindakan disusun
berdasarkan prioritas masalah dan kondisi klien, tindakan segera, tindakan
antisipasi dan asuhan secara komprehensif
b.
Melibatkan klien/pasien dan atau
keluarga
c.
Mempertimbangan kondisi psikologi
sosial budaya klien/keluarga.
d.
Memilih tindakan yang aman sesuai
kondisi dan kebutuhan klien berdasarkan evidence
based dan memastikan bahwa asuhan yang diberikan bermanfaat untuk klien’
e.
Mempertimbangkan kebijakan dan
peraturan yang berlaku, sumber daya serta fasilitas yang ada.
Standar IV:
Implementasi
Pernyataan:
bidan melaksanakan rencana asuhan secara komprehensif, efektif, efisien dan
aman berdasarkan evidence based kepada
klien/pasien, dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.
Kriteria:
a.
Memperhatikan keunikan klien sebagai
mahluk bio-psikososial-spritual-kultural.
b.
Setiap tindakan asuhan harus
mendapatkan persetujuan dari klien dan atau keluarganya (informed consent)
c.
Melaksanakan tindakan asuhan
berdasarkan evidence based
d.
Melibatkan klien/pasien dalam setiap
tindakan
e.
Menjaga privacy klien/pasien
f.
Melaksanakan prinsip pencegahan
infeksi
g.
Mengikuti perkembangan kondisi klien
secara berkesinambungan.
h.
Menggunakan sumber daya, sarana dan
fasilitas yang ada dan sesuai
i.
Melakukan tindakan sesuai standar
j.
Mencatat semua tindakan yang telah
dilakukan.
Standar V:
Evaluasi
Pernyataan:
Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan untuk melihat
keefektivan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan perkembangan
kondisi klien.
Kriteria:
a.
Penilaian dilakukan segera setelah
selesai melakukan asuhan sesuai kondisi klien
b.
Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan
pada klien dan atau keluarga.
c.
Evaluasi dilakukan sesuai standar
d.
Hasil evaluasi ditindaklanjuti
sesuai dengan kondisi klien/pasien.
Standar VII:
pencatatan asuhan kebidanan
Pernyataan:
Bidan melakukan pencaatatan secara lengkap, akurat, singkat dan jelas mengenai
keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan.
Kriteria:
a.
Pencatatan dilakukan segera setelah
melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia (Rekam Medis/KMS/Status pasien/Buku
KIA
b.
Ditulis dalam bentuk catatan
perkembangan SOAP
c.
S adalah data subjektif, mencatat
hasil anamnesis
d.
O adalah data objektif, mencatat
hasil pemeriksaan
e.
A adalah hasil analisis, mencatat
diagnosis dan masalah kebidanan
f.
P adalah pelaksanaan, mencatat
seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan
antisipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan,
dukungan, kolaborasi, evaluasi follow up dan
rujukan.
D. Konsep Dokumentasi Kebidanan
1.
Pengertian
Dokumentasi
adalah sekumpulan catatan, penyimpanan dan desiminasi dari catatan informasi
dalam sistem terintegrasi untuk penggunaan yang efisien dan mudah diterima.
Dokumentasi merupakan persiapan dan catatan komunikasi mendorong untuk
membuktikan suatu informasi atau kejadian.
2.
Tujuan dokumentasi
a.
Sebagai sarana komunikasi
b.
Sebagai sarana tanggung jawab dan
tanggung gugat
c.
Sebagai sarana informasi
d.
Sebagai sarana pendidikan
e.
Sebagai sumber data penelitian
f.
Sebagai jaminan kualitas pelayanan
kesehatan
g.
Sebagai sumber data perencanaan
asuhan kebidanan
3.
Fungsi dokumentasi
a.
Bentuk tanggung jawab profesi bidan
b.
Perlindungan hukum
c.
Mematuhi standar pelayanan
d.
Efisiensi kegiatan dan pembiayaan
asuhan
4.
Pedoman untuk pendokumentasian
secara legal
Petunjuk cara mendokumentasikan
dengan benar, antara lain:
a.
Jangan menghapus, menggunakan
tipe-ex atau mencoret tulisan yang salah ketika mencatat, karena akan tampak
seakan-akan bidan mencoba menyembunyikan informasi dan merusak catatan. Cara
yang benar adalah dengan membuat suatu garis pada tulisan yang salah, tulis
kata “salah” lalu diparaf, kemudian tulis catatan yang benar.
b.
Jangan menulis komentar yang
bersifat mengkritik klien atau tenaga kesehatan yang lain, karena pernyataan
tersebut dapat digunakan sebagai bukti perilaku tidak profesional atau asuhan
kebidanan yang tidak bermutu. Tulislah hanya uraian objektif tentang perilaku
klien dan tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang lain.
c.
Mengoreksi semua kesalahan sesegera
mungkin karena kesalahan menulis dapat diikuti dengan kesalahan tindakan.
d.
Mencatat data hanya yang berupa
fakta, catatan harus akurat dan dapat dipercaya. Pastikan apa yang ditulis
adalah fakta, jangan berspekulasi atau menulis perkiraan saja.
e.
Jangan membiarkan bagian kosong pada
catatan bidan, karena orang lain dapat menambahkan informasi yang tidak benar
pada bagian kosong tersebut. Buat garis horizontal sepanjang bagian kosong dan
paraf di bawahnya.
f.
Semua catatan harus dapat di baca
dan ditulis dengan tinta, karena tulisan yang tidak terbaca dapat disalah
tafsirkan.
g.
Jika mempertanyakan suatu instruksi,
catat bahwa anda sedang mengklarifikasi, jika bidan melakukan tindakan yang
diketahui tidak benar, dapat dituntut karena bertindak sebagai dokter.
h.
Menulis untuk diri bidan sendiri
karena bidan bertanggung jawab atas informasi yang ditulisnya, jadi jangan
menulis untuk orang lain.
i.
Menghindari penggunaan tulisan yang
bersifat umum seperti “ keadan tidak berubah” karena informasi yang spesifik
tentang kondisi klien atau kasus bisa secara tidak disengaja terhapus jika
informasi bersifat terlalu umum. Oleh karena itu tulis lengkap, singkat dan
padat.
j.
Dokumentasi dimulai dengan waktu dan
akhiri dengan tanda tangan serta titel anda. Pastikan urutan kejadian dicatat
dengan benar dan tanda tangan menunjukkan orang yang bertanggung gugat atas
dokumentasi tersebut. Jangan ditunggu sampai akhir giliran dinas untuk mencatat
perubahan penting yang terjadi beberapa jam yang lalu (Muslihatun, 2009).
Pendokumentasian
atau catatan manajemen kebidanan dapat diterapkan dengan metode SOAP. Dalam
metode SOAP, S adalah data subjektif, O adalah data objektif, A adalah Analysis/Assessment dan P adalah Planning. Merupakan catatan yang
bersifat sederhana jelas, logis dan singkat. Prinsip dari metode SOAP ini merupakan proses pemikiran
penatalaksanaan manajemen kebidanan (Muslihatun, 2009).
1. S: data subjektif
Data
subjektif (S), merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen
Varney langkah pertama (pengkajian
data), terutama data yang diproleh melalui anamnesis.
Data subjektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien.
Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai
kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan
diagnosis. Data subjektif ini nantinya akan menguatkan diagnosis yang akan
disusun.
2. O: data objektif
Data
objektif (O) merupakan pendomentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney pertama (pengkajian data), terutama data
yang diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan pasien,
pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan diagnostik lain. Catatan medik dan
informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam data objektif
ini. Data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang
berhubungan dan diagnosis.
3. A (Assessment)
A (Analysis/asessment), merupakan
pendokumentasian hasil analsis daa interprestasi (kesimpulan) dari data
sbjektif dan objektif. Dalam pendokumentasian manajemen kebidanan, karena
keadaan pasien yang setiap saat bisa mengalami perubahan, dan akan ditemukan
informasi baru dalam data subjektif maupun data objektif, maka proses
pengkajian data akan menjadi sangat dinamis
Analisis/assessment merupakan pendokumentasien
manajemen kebidanan menurut Hln Varney langkah kedua, ketiga dan keempat
sehingga mencakup hal-hal berikut ini: diagnosis/ masalah kebidanan,
diagnosis/masalah potensial serta perlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan
segera untuk antisipasi diagnosis/masalah potensial. Kebutuhan tindakan segera
harus diidentifikasi menurut kewenagan bidan, meliputi: tindakan mandiri,
tindakan kolaborasi da tindakan merujuk klien.
4. P (planning)
Planning/perencanaan
adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan
disusun berdasarkan hasi analisis dan interpretasi data. Rencana asuhan ini
bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan
mempertahankan kesejahteraannya.
Meskipun
secara istilah, P adalah Planning/perencanaan
saja, namun P dalam metode SOAP ini juga merupakan gambaran pndokumentasian
implemntasi dan evaluasi. Dengan kata lain, P dalam SOAP meliputi
pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah kelima, keenam dan ketujuh.
Alur fikir bidan
Pencatatan dari asuhan kebidanan
Pendokumentasian
asuhan kebidanan
|
Proses manajemen
kebidanan
|
7 LANGKAH
VARNEY
|
5 LANGKAH
(KOMPETENSI KEBIDANAN)
|
|
SOAP NOTES
|
1.
Pengumpulan
data dasar
|
Data
|
Subjektif (hasil anamnesis)
objektif (pemeriksaan)
|
|
2. Interprestasi data: diagnosis,
masalah, kebutuhan
|
Assesment/diagnosis
|
Assesment
(analisis dan interprestasi data)
· Diagnosis dan masalah
· Diagnosis atau masalah potensial
· Kebutuhan tindakan segera
|
|
3.
Identifikasi
dianosa atau masalah potensial
|
|||
4.
Identifikasi
kebutuhan yang memerlukan penanganan segera secara Mandiri, konsultasi atau
kolaborasi
|
|||
5. Rencana asuhan:
· Melengkapi data: tes diagnostik /
laboratorium
· Pendidikan/konselig
· Rujukan
· Follow up
|
Planning
|
Planning
(perencanaan)
· Perencanaan
· Pelaksanaan
· Evaluasi
|
|
6.
Pelaksanaan
|
Implementasi
|
||
7.
Evaluasi
|
Evaluasi
|
Gambar2.2
keterkaitan antara manajemen kebidanan dan sistem pendokumentasian SOAP
D. Konsep Tentang Asuhan
Kebidanan pada Ibu Nifas Dengan Ruptur
Perineum Derajat II
Pendokumentasian/pencatatan
asuhan pada ibu post partum dengan ruptur perineum derajat II di tetapkan dalam
bentuk SOAP.
1.
Pengkajian data
a.
Data subjektif
b.
Data Objektif
2.
A: Analisa/assessment
Analisa atau interprestasi data
berdasarkan data yang terkumpul
3.
Diagnosa potensial
Diagnosa potensial adalah masalah
yang sudah di identifikasi akan terjadi yang membutuhkan antisipasi secara
cepat.
4.
Tindakan segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan
segera oleh bidan/dokter untuk dikonsultasikan atau di tangani bersama dengan
anggota tim kesehatan yang lain dengan kondisi klien
5.
P: perencanaan dan pelaksaan/planning of action
6.
Pelaksanaan
Pelaksanaan dalam rencana asuhan
menyeluruh tersebut. Tahapan pelaksanaan sesuai dengan yang ada dalam kasus
ruptur perineum derajat II.
7.
Evaluasi
Langkah akhir dari proses asuhan
kebidanan adalah evaluasi. Evaluasi adalah tindakan pengukuran antara
kebersihan oleh rencana. Tujuan dari evaluasi dalam asuhan kebidanan adalah
mengetahui ketetapan kesempurnaan antara hasil yang di capai dengan tujuan yang
di tetapkan.
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A.
Kerangka
Konsep
Kerangka
konsep adalah kelanjutan dari kerangka teori atau landasan teori yang diseuaikn
dengan tujuan khusus penelitian yang akan dicapai, yakni sesuai dengan apa ang
telah ditulis dalam rumuan masalah (Machfoedz, 2009).
Manajemen kebidanan adalah pendekatan
yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara
sistematis mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosa kebidanan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dan pendokumntasian.
Maka
kerangka konsep penelitian ini sebagai berikut:
Asuhan
kebidanan 7 langkah Varney
1.
Pengkajian
2.
Interprestasi data
3.
Identifikasi diagnosa masalah
potensial
4.
Tindakan segera
5.
Rencana asuhan menyeluruh
6.
Pelaksanaan asuhan
7.
evaluasi
|
Ibu
post partum dengan robekan perineum derajat II
|
Bagan 3.1 kerangka konsep
B.
Definisi
Operasional
1. Asuhan
kebidanan
Asuhan
kebidanan adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang diberikan oleh seorang
bidan yang menjadi tanggung jawab bidan dalam memberikan pelayanan kepada klien
yang mempunyai kebutuhan/masalah di bidang kesehatan ibu pada masa kehamilan,
persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana.
2. Ruptur
perineum
Ruptur
perineum adalah luka perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara
alamiah karena proses desakkan kepala janin atau bahu pada saat persalinan.
3. Ibu
nifas dengan ruptur perinum
Ibu
nifas dengan ruptur perineum adalah ibu nifas dengan luka hecting ruptur perineum
disertai dengan masa penyembuhan luka Perineum.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A.
Metode
Penelitian
Dalam
penyusunan proposal ini, penulis menggunakan metode penulisan sebagai berikut:
1.
Studi kasus
Pada
kasus ini digunakan pendekatan pemecahan masalah dalam asuhan kebidana yang
meliputi pengkajian, analisa masalah. Diagnosa, diagnosa potensial, tindakan
segera, rencana tindakan, pelaksanaan dan evaluasi.
2.
Studi kepustakaan
Penulis
mempelajari literatur yang menyangkut mengenai asuhan kebidanan pada ibu nifas
dan ruptur perineum.
3.
Studi dokumenter
Studi
dokumenter yaitu membaca dan mempelajari status dan menginterprestasikan data
yang sehubungan dengan klien, baik yang bersumber dari catatan dokter, bidan
atau perawat maupun sumber lisan yang menunjang.
4.
Diskusi
Diskusi
dilakukan dengan tim kesehatan yang bertugas diruang Kasuari RSU Anutapura
palu, dokter, bidan dan perawat yang melayani langsung klien secara cliical instruktur (CI) dan pembimbing
dari pihak akademik.
B.
Lokasi
dan Tempat Penelitian
Lokasi
pengambilan kasus adalah di Ruang Kasuari RSU Anutapura Palu, waktu penelitian bulan
mei-juni 2014.
C.
Populasi
dan Sampel
1. Populasi
adalah keseluruhan subjek penelitian. Subjek berupa benda. Semua benda yang
memiliki sifat atau ciri, adalah subjek yang bisa diteliti (Machfoedz, 2009).
2. Sampel
adalah sebagian dari populasi yang merupakan wakil dari populasi (Machfoedz, 2009).
Karena
penelitian merupakan studi
kasus maka yang akan menjadi sampel adalah 1 orang ibu nifas yang bersalin
dengan robekan perineum derajat II di
ruang Kasuari RSU Anutapura palu.
D.
Teknik
Pengumpulan Data
Dalam
penyusunan proposal ini untuk memperoleh bahan dan data lainnya, penulis
mengunakan metode yang lazim digunakan yaitu:
1. Data
sekunder
Data yang diperoleh dengan menggunakan studi
kepustakaan, penulis
banyak menggunakan bahan-bahan masukkan untuk melandasi konsep kebidanan.
Adapun sumber-sumber yang
di maksud adalah buku asuhan kebidanan, buku ruptur perineum, buku perawatan
luka perinem dan metode penelitian.
2. Data
primer
Dalam pengumpulan data penulis melakukan
pengamatan secara langsung
pada klien di ruang Kasuari RSU Anutapura Palu dengan menggunakan teknik
sebagai berikut:
a.
Anamnese
Anamnese
adalah suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan antara
seorang dokter dengan pasiennya seara langsung atau dengan orang lain yang
mengetahui tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data pasien beserta
permasalahan medisnya.
b.
Observasi
Observasi
adalah pengamatan yang bertujuan untuk mendapatkan data tentang suatu masalah,
sehingga diperoleh pemahaman atau pembuktian terhadap informasi keterangan yang
diperoleh.
c.
Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan
fisik umum
2. Pemeriksaan
fisik khusus berhubungan dengan pemeriksaan pada ibu post partum dengan robekan
perineum derajat II.
d.
Analisa data
Dilakukan
dengan menggunakan metode pendekatan manajemen asuhan kebidanan melalui asuhan
yang diberikan secara langsung. Dengan ini dapat diketahui keberhasilan asuhan
kebidanan yang telah dilakukan.
e.
Pengolahan dan
penyajian data